Menu Close

Peran Perempuan dalam Literasi Digital Indonesia

Revita Rahim, Analis Kebijakan Puslatbang KHAN LAN RI

Pandemi yang melanda Indonesia sejak awal tahun 2020 telah meningkatkan penggunaan internet dan mempercepat adopsi digital dalam aktivitas sehari-hari. Kegiatan seperti belajar mengajar, bekerja, maupun berbelanja dilakukan dengan menggunakan aplikasi digital. Kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19 juga telah menyebabkan ruang fisik dan sosial hilang dan digantikan oleh ruang di internet yang berujung pada peningkatan aksesibilitas aktivitas informasi melalui jejaring sosial. Indonesia kini mengejar ketertinggalan teknologi dengan terus mengupayakan sumber daya manusia industri yang terampil untuk menguasai teknologi terkini. Hal ini sejalan dengan program prioritas yang ada di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.

Sebelum kita berbicara lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian literasi. Dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berkembang sesuai dengan tantangan era. Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, sekarang literasi dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Esensi literasi dalam masyarakat demokratis dapat diringkas dalam lima kata kerja: memahami, meliputi, menggunakan, menganalisis, dan mengubah teks. Seluruhnya merujuk pada keterampilan  atau kemampuan yang lebih dari sekedar membaca dan menulis.

Istilah literasi sendiri berasal dari bahasa latin “literatus” dimana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis. Manifestasi literasi memiliki banyak variasi, seperti literasi media, literasi sains, literasi digital, dan lainnya. Yang dimaksud dengan literasi digital adalah kemampuan menggunakan media digital (berupa alat atau jaringan komunikasi) untuk menemukan, membuat, mengevaluasi, serta menggunakan informasi tersebut dengan bijak, sehat, cermat, tepat, dan patuh pada hukum. Aspek literasi digital kemudian terbagi menjadi dua, yaitu aspek konseptual dan aspek operasional, ketika aspek konseptual berfokus pada perkembangan kognitif hingga kemampuan sosial emosional, aspek operasional dapat diartikan sebagai kemampuan teknis menggunakan media digital.

Literasi digital benar-benar merupakan tantangan besar bagi pemerintah. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi dan Katadata merilis hasil Survei Literasi Digital Nasional 2021 yang menunjukkan bahwa Indeks Literasi Digital Indonesia 2021 berada pada level “sedang” dengan skor 3,49, dimana pengukuran dengan Kerangka Indeks Literasi Digital tahun 2021 ini menggunakan empat pilar, yaitu Kecakapan Digital (digital skill), Etika Digital (digital ethics), Keamanan Digital (digital safety), dan Budaya Digital (digital culture). Sedangkan berdasarkan laporan Institute for Management Development (IMD) World Digital Competitiveness Ranking 2021, indeks daya saing digital Indonesia menempati urutan ketiga terendah di Asia pada 2021 dengan nilai sebesar 50,17 poin, hanya lebih tinggi dari Mongolia dan Filipina.

Kemajuan teknologi informasi menuntut pengguna untuk memiliki kemampuan literasi digital supaya mampu menyaring hoaks, membedakan informasi yang benar atau tidak dan bagaimana merespons konten. Selain itu juga literasi digital dapat diartikan sebagai keterampilan dalam hal teknis, tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga mampu membuat konten dan menggunakan perangkat digital, tidak mudah terpancing emosi sebelum memahami maksud berita apalagi menyebarkan berita tertentu sebelum memverifikasi keaslian dan keakuratannya.

Perempuan dan Literasi Digital

Hubungan antara perempuan dengan literasi digital tampaknya masih jauh dari ideal. Persoalan utama yang mendominasi wacana tentang penggunaan media digital oleh kaum perempuan dapat dikelompokkan menjadi kesenjangan digital dan lemahnya kompetensi literasi digital. Kesenjangan digital yang masih berbasis gender menjadi tantangan bersama bagi semua pihak yang terlibat dalam media digital, terlebih dialami oleh perempuan yang berada di wilayah pedesaan serta kelompok lanjut usia.

Ketimpangan dalam pendidikan dan pelatihan teknologi juga menjadi perhatian kita semua, dimana pelatihan yang dilaksanakan lebih menyasar laki-laki daripada perempuan dengan anggapan bahwa laki-laki lebih menguasai teknologi. Selain itu terdapat juga kesenjangan dalam pendapatan dan kesempatan kerja yang terlihat dari semakin banyaknya pekerjaan domestik yang dilimpahkan kepada perempuan serta regulasi dan kebijakan yang masih eksklusif dimana belum mengutamakan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Padahal Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2021 menunjukkan bahwa persentase perempuan yang menggunakan internet sebenarnya lebih tinggi daripada pria, yaitu 56,6%. Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan Indonesia telah memiliki akses ke teknologi dan saat ini sedang bermigrasi dan bertransformasi secara digital.

Sementara itu, dilihat dari sisi kompetensi literasi digital, perempuan berperan penting sebagai jendela akses informasi mulai dari pola pengasuhan anak serta pengawasan penggunaan teknologi di keluarga. Akibat yang mungkin timbul dari rendahnya literasi yang dimiliki oleh perempuan, khususnya ibu dapat mengakibatkan anak kecanduan gawai dan menjelajah informasi untuk orang dewasa. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa pada tahun 2017-2019 pengaduan kasus pornografi dan kejahatan online terhadap anak meningkat mencapai angka 1.940 kasus. Oleh karena itu, perempuan dan gerakan literasi bukanlah sesuatu yang harus dihadap-hadapkan melainkan sebuah konsekuensi logis ketika kita ingin melihat kemajuan suatu bangsa.

Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam bidang media digital dan harus memiliki kemampuan literasi digital agar terhindar dari berbagai masalah seperti kebocoran data pribadi, penipuan online, kekerasan seksual online dan juga berbagai keamanan digital lainya sehingga disini perempuan dapat mengambil alih peranan menjadi penjaga agar aman dirinya sendiri, keluarga dan orang lain.

Perempuan berperan dalam membentuk karakter bangsa. Mereka dapat mengajak perempuan lain untuk menggunakan dan mengoptimalkan penggunaan internet yang merupakan bagian dari kontribusi mereka terhadap pemberdayaan perempuan baik di ranah pribadi maupun publik karena perempuan adalah sosok yang unik dan multidimensi identitas. Perempuan tak hanya membangun dirinya dan keluarga, tapi juga membangun masyarakat dan negara. Sebuah keluarga dan bangsa akan menjadi kuat dan berdaya jika perempuan didalamnya juga kuat dan cerdas. Oleh karena itu, perempuan harus adaptif terhadap informasi teknologi yang semakin dinamis serta memanfaatkan peluang yang ada untuk mengaktualisasikan diri dan berkontribusi dalam proses mewujudkan Indonesia Digital Nation (bermartabat, berkeadilan, dan berdaya saing).

Skip to content