Menu Close

Stakeholders Mapping Sebagai Bagian Dari Proses Perumusan dan Pengelolaan Kebijakan yang Inklusif

Jakarta – Kebijakan publik merupakan bagian atau interaksi dari politik, ekonomi, sosial dan kultural. Salah satu implikasinya, kebijakan publik pun senatiasa berinteraksi dengan dinamika dari kondisi politik, ekonomi, sosial maupun kultural dimana kebijakan tersebut diimplementasikan. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan, Dra. Elly Fatimah, M.Si pada Policy Analyst Virtual Public Lecture Seri ke 5 yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Lembaga Administrasi Negara, Kamis (10/6).

“Banyak aktor dari berbagai sektor yang bersinggungan dengan proses kebijakan sesuai dengan peran masing-masing. Pihak-pihak yang kepentingannya tidak terakomodir nantinya dapat melakukan aksi-aksi yang dapat mengganggu efisiensi dan efektifitas dari tercapainya tujuan dari sebuah kebijakan,” jelasnya.

Sehubungan dengan itu, maka tema “Stakeholders Mapping: Konsepsi, Teknik, Peran dan Pengalaman Prakteknya dalam Kebijakan Publik” dirasa penting untuk dapat dipahami dan dikuasai oleh para analis kebijakan. Menurut Elly, seorang analis kebijakan (AK) dituntut untuk mampu memetakan aktor aktor tersebut yang berkepentingan dalam proses kebijakan.

Senada dengan Elly Fatimah, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and Internatiobal Studies (CSIS), Philips J. Vermonte, Ph.D selaku narasumber mengungkapkan pentingnya stakeholder analysis. Menurutnya, dengan stakeholder analysis bisa diketahui potensi konflik, efek negatif serta mendapat input/masukan dari stakeholder.

“Ujung pemahaman kita dari kebijakan adalah people. Kalau kita tarik ujungnya lagi adalah kesejahteraan masyarakat. Karena konteks yang semakin berubah, kita semakin demokratis, semakin banyak pula pemangku kepentingan yang perlu diperhatikan ketika kita mengadvokasi kebijakan,” ujarnya.

Philips juga menyoroti hasil maping secara makro yang dilakukan oleh CSIS terkait demokrasi, human development index dan GDP. Menurutnya, negara Indonesia memang makin demokratis, ekonomi juga semakin besar, tetapi human development index kita tidak menjadi lebih baik.

“Thesis umum bahwa semakin demokratis, maka human development index-nya pun semakin baik tetapi tidak terjadi pada pengalaman kita. Ini menjadi persoalan yang perlu kita perhatikan. Banyak political scientist, ahli kebijakan dan sebagainya menyimpulkan bahwa ternyata bukan demokrasi, tetapi apakah di negara tersebut ada level kelembagaan kebijakan yang baik dan good governance. Demokrasi penting, tetapi itu tidak cukup. Bagaimana negara menginstitusionalisasikan dirinya,” jelasnya.

Kepala Pusat Pembinaan Program dan Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN, Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm selaku moderator juga mengungkapkan bahwa tuntutan era VUCA saat ini, membuat pelaksanaan aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis.

“Pekerjaan sehari-hari kita melaksanakan kegiatan, memenuhi tuntutan customer, membuat kebijakan, membuat saran kebijakan, ujungnya adalah people. Bicara mengenai people, ujungnya adalah stakeholder. Sayangnya, kita tidak bisa memilih stakeholder,” jelasnya.

Terakhir, Erna juga memaparkan beberapa kesimpulan yang perlu menjadi perhatian para analis kebijakan terkait pentingnya stakeholder maping dalam pengelolaan dan perumusan kebijakan. Menurutnya, kemampuan kita untuk melakukan identifikasi dan menganalisis stakeholder adalah proses yang harus selalu dilakukan untuk menciptakan pengelolaan kebijakan yang inklusif. Pendulum demokrasi demokrasi ini juga memberikan kita ruang yang luas supaya partisipasi tetap berjalan, namun kita masih terbentur pada pekerjaan rumah berupa literasi maupun culture dari stakeholder untuk aktif terlibat dalam proses perumusan kebijakan. Selain itu, stakeholder analysis merupakan proses yang tujuannya adalah bagaimana suara publik tidak menghindari kepentingan tetapi mengelola kepentingan.

“Perlu kita sadari bahwa stakeholder kita juga sedang belajar, jadi proses ini dapat dimanfaatkan sebagai media untuk saling memahami, saling mengkoreksi sehingga proses perumusan kebijakan jadi lebih baik lagi,” tutupnya.

Policy Analyst Virtual Public Lecture Seri ke 5  dari 19 seri yang akan dilaksanakan hingga Desember 2021 ini diikuti oleh 1409 orang peserta baik yang bergabung melalui Zoom maupun melalui kanal Youtube Lembaga Administrasi Negara. (humas)

Skip to content