Menu Close

Transformasi Paradigma Pengembangan Kompetensi Sebagai Jawaban Perubahan Lingkungan

Jakarta – Memasuki masa adaptasi kebiasaan baru, perubahan paradigma pengembangan kompetensi ASN menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai pengawal pengembangan kompetensi ASN di seluruh Indonesia terus berupaya mengembangkan berbagai pendekatan baru agar pengembangan kompetensi ASN dapat senantiasa berjalan dan bertransformasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala LAN Dr. Adi Suryanto, M.Si saat menyampaikan pidato kunci pada Seminar Nasional “Arah Kebijakan Pelatihan ASN di Era New Normal dan Aspek Kebijakannya” yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Makassar secara daring melalui zoom meeting, Senin (9/11).

“Ada 3 aspek utama dalam kerangka kebijakan pengembangan kompetensi di era new normal, yaitu: learning management system, pengembangan bangkom secara terintegrasi, pengembangan kompetensi widyaiswara dan kebijakan akreditasi untuk mendukung organisasi pelatihan. Pelatihan saat ini juga didorong untuk mencapai tujuan organisasi. Bukan hanya sekedar memenuhi hak pegawai. Sekarang sudah saatnya paket pelatihan didesain untuk mendukung sasaranatau pencapaian strategis organisasi,” tambahnya.

Adi Suryanto juga menekankan pentingnya peran widyaiswara agar mampu beradaptasi terhadap cara-cara baru dengan menggeser paradigma pembelajaran dari DikJarTih (mendidik, mengajar, melatih) dan mengambil peran sebagai fasilitator dan menjadikan seluruh peserta sebagai sumber dan partner pembelajaran.

“Widyaiswara merupakan elemen penting. Harus ada upaya bagaimana para WI bisa mengembangkan kompetensinya. Melalui inisiasi rumah cerdas widyaiswara, pengembangan kompetensi berbasis crowd disusun berdasarkan kluster keahlian. Pembelajaran dilakukan dengan cara berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam kelompok profesi,” jelasnya.

Senada dengan hal tersebut, Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN Muhammad Taufiq, DEA mengemukakan bahwa berbagai tantangan lingkungan VUCA (Vulnerability, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity) menjadikan dasar dari pengambilan kebijakan. Perubahan paradigma akan mempegaruhi peran WI di masa yang akan datang. WI bukan lagi menjadi pusat pembelajaran, tetapi menjadi learning partner. Pusatnya adalah para peserta atau pembelajar itu sendiri.

“Peran widyaiswara ialah mendorong peserta untuk berpikir kritis, inovatif dan berorientasi pada problem solving, problem based learning, project based learning dan high impact learning,” tambahnya.

Selain itu, Taufik juga mengemukakan bahwa dengan teknologi yang ada kita harus merespon bahwa kebutuhan setiap orang bisa sangat berbeda. Dengan ini, kita bisa membuat produk yang custom.

“Di dalam dunia pengembangan kompetensi, setiap orang punya learning style yang berbeda. Perubahan teknologi dan learning style sangat berhubungan. Teknologi dan digitalisasi learning character-nya kolaborasi. Siapapun bisa menjadi subjek pembelajaran. Secara instrumen, alat apapun bisa digunakan kapan pun dimana pun. Lebih jauh lagi, di era 5.0 nanti bukan lagi modelnya kolaborasi, tetapi juga distribusi sehingga semua orang bisa berkontribusi pada pembelajaran,” tutupnya (humas).

Skip to content