Menu Close

ASN Harus Jadi Katalisator Penanggulangan Perubahan Iklim

Jakarta – Perubahan iklim disebut juga sebagai fenomena pemanasan global, dimana terjadi peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda serta menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia termasuk bagi Indonesia. Saat ini Indonesia yang menjadi salah satu negara pemasok Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar didunia, terus berkomitmen untuk mengurangi efek GRK dengan perencanaan pembangunan yang rendah karbon (green growth) dan perhatian pada kelestarian lingkungan.

Peran ASN sebagai katalisator kebijakan pembangunan perlu memahami urgensi perubahan iklim tersebut, sehingga kebijakan yang dikeluarkan dapat mendukung konsep pembangunan yang rendah karbon serta berkelanjutan.  Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi, Dr. Basseng, Med. saat membuka kegiatan Webinar Pro Hijau seri pertama yang mengangkat tema “Upaya Indonesia Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim”, Rabu (26/8).

“Menjaga kelestarian lingkungan sering dihadapkan pada persoalan dilematis di satu sisi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pembangunan, namun disisi lain pembangunan cenderung merusak ekosistem serta kelestarian lingkungan. Hal ini diperparah dengan janji kampanye politisi yang cenderung mengambil jalan pintas untuk menumbuhkan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan dengan banyak menggunakan emisi karbon yang justru mengeksploitasi alam,” tambah Basseng.

Oleh karena itu, ASN sebagai mitra politisi yang bersinggungan langsung dalam pembuatan kebijakan perlu memahami pembangunan ekonomi hijau yang memperhatikan kelestarian lingkungan terutama dalam mendukung pemerintah mengurangi GRK. ASN sebagai unsur check and balance terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan pimpinan daerah sebagai politisi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengesampingkan kerusakan lingkungan tetapi juga unsur kelestarian lingkungan di masa yang akan datang.

“Untuk itu LAN bekerjasama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) Indonesia menyelenggarakan pelatihan Pro Hijau dengan mengedepankan kepada pemahaman aspek lingkungan dan keberlanjutan dalam setiap kebijakan pembangunan yang diimplementasikan. Tujuannya adalah pemahaman bersama tentang perubahan iklim serta pertumbuhan ekonomi hijau” tandasnya

Kepala Research Centre for Climate Change, Universitas Indonesia, Prof. Jatna Supriatna mengemukakan, bahwa 20 persen krisis lingkungan terbesar disebabkan oleh perubahan iklim (climate change), hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan sehingga menyebabkan krisis ekologi.

“Saat ini Indonesia menjadi 6 besar negara yang menjadi penyumbang emisi karbon dengan besaran 2.053 miliar ton dengan jumlah tersebut akan berdampak pada banyaknya bencana alam serta kesehatan masyarakat yang menurun.” tambahnya

Sejalan dengan itu, Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Emma Rachmawati, M.Sc mengungkapkan Indonesia merupakan negara yang rentan akan dampak perubahan iklim, hal ini terlihat bencana yang terjadi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Menyikapi hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan guna menurunkan efek gas rumah kaca, dengan keluarnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement terkait pengendalian perubahan iklim yang diikuti dengan mitigasi untuk pencapaian target NDC (Nationally Determined Contribution).

“Aksi mitigasi yang dilakukan meliputi 5 sektor yaitu penggunaan energi yang lebih efisien, penurunan deforestasi hutan, perbaikan sistem pengairan pada pertanian, pengelolaan limbah serta efisiensi penggunaan energi fosil pada bidang industri,” ungkap Emma.

Dalam tataran daerah, Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, Prof. H.M Aswin. menegaskan provinsi Kalimantan Timur sudah sejak lama telah menggunakan energi baru dan terbarukan, hal ini dikarenakan pasokan listrik yang belum memadai.

“Desakan kebutuhan akan energi, sehingga masyarakat kita mampu menciptakan energi baru agar dapat menjalankan kehidupannya. Jajaran Pemerintah daerah juga terus mendukung penurunan emisi karbon dengan memasukkan aksi mitigasi gas rumah kaca (GRK) 2010-2030 yang diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur 2019-2023.” tegasnya.

Dalam penutupan Webinar ini, Kepala Pusat Kompetensi Teknis dan Sosio Kultural ASN LAN, Caca Syahroni, S.IP., M.Si., mengharapkan kolaborasi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah juga sektor swasta untuk mengurangi efek gas rumah kaca yang berdampak pada penurunan emisi sehingga perubahan iklim dapat ditanggulangi. (humas)

Skip to content