Jakarta – Sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Apartur Sipil Negara (ASN), setiap pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi, maka setiap individu ASN harus mengambil langkah dalam melaksanakan pengembangan diri. Sejalan dengan tuntutan tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN), menjalankan mandatnya yang tertera dalam Perpres Nomor 93 Tahun 2024 tentang penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perumusan dan penetapan kebijakan teknis dan pembinaan, penyelenggaraan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan kapasitas dan pembelajaran ASN. Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen Aparatur Sipil Negara, Dr. Agus Sudrajat, MA saat memberikan sambutan pada Webinar Virtual Public Lecture ASN Talent Academy (ATA) Xplore Series-04 “The Reversal Competency Development – Model Bangkom Inovatif untuk ASN di Daerah Tertinggal”, Selasa (15/10).
“Pengembangan kompetensi ASN di daerah tertinggal sangat urgent untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 karena daerah-daerah ini memainkan peran penting dalam memastikan pemerataan pembangunan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, bahwa masih ada 62 kabupaten yang masuk kategori Daerah Tertinggal untuk periode 2020-2024. Dan sampai bulan ini, ada 25 daerah yang sudah terentas, artinya masih tersisa 37 Daerah Tertinggal.” tambahnya.
Lebih jauh Agus Sudrajat menguraikan bahwa pengembangan kompetensi ASN di daerah tertinggal sangat urgent untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 karena daerah-daerah ini memainkan peran penting dalam memastikan pemerataan pembangunan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
”Pengembangan kompetensi ASN di daerah tertinggal merupakan investasi strategis. Dengan ASN yang kompeten dan inovatif, daerah tertinggal dapat berkontribusi penuh dalam pembangunan nasional, memperkuat daya saing bangsa, dan memastikan kesejahteraan merata di seluruh Indonesia.” tutup Agus.
Sementara itu, Kepala Pusat Inovasi Manajemen Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara, Seno Hartono yang bertindak sebagai narasumber, memaparkan bagaimana peran dan langkah-langkah strategis LAN dalam meningkatkan analisis kebijakan dan kebijakan inovasi administrasi negara dalam pembangunan Indonesia. Hal tersebut dijabarkan melalui data pengembangan kompetensi, kepemimpinan, dan kolaborasi sosial budaya. Selain uraian tersebut, dijabarkan pula tantangan yang dihadapi oleh daerah terbelakang dalam beradaptasi dengan cepatnya arus digitalisasi, dampak kebijakan transisi jabatan struktural ke jabatan fungsional, dan kebutuhan akan perubahan kebijakan pemerintah, serta langkah-langkah sosialisasi untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, pengembangan kompetensi sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk menyelaraskan keterampilan pegawai dengan visi dan strategi instansi.
Sejalan dengan Seno Hartono, Pakar Pembelajaran Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Uwes Anis Chaeruman, yang juga berperan sebagai narasumber, menekankan pentingnya mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan tuntutan bertransformasinya metode pelatihan tradisional menuju pelatihan digital dan pelatihan yang dinamis. Lebih dalam Uwes menyoroti banyaknya faktor dalam pengembangan kompetensi, seperti tingkat partisipasi dan relevansi dengan organisasi. Uwes menguraikan bahwa pendekatan pembelajaran atau pelatihan “70% experiential learning, 20% social learning, dan 10% formal learning (70-20-10)” sesuai dengan topografi dan latar belakang ASN di daerah tertinggal. Uwes menekankan pentingnya belajar dari berbagai sumber, termasuk pelatihan formal, pengalaman kerja, dan belajar dari orang lain sesuai dengan karakteristik ASN di daerah yang dinilai “spesial”.
“Pendekatan tersebut tentunya timbul dari berbagai faktor yang menempel pada karakteristik daerah tertinggal itu sendiri. Interkoneksi antara materi pelatihan dan pekerjaan tidak melulu soal penggunaan internet, ASN dapat menggunakan media lainnya yang tersedia di daerah asal, penggunaan metode alternatif seperti radio -misalnya- untuk daerah yang kurang berkembang karena keterbatasan internet tentunya menjadi salah satu contoh solusi dan output nyata dari experiental learning.” ungkapnya.
Webinar yang memantik berbagai pertanyaan dan diskusi terkait pengembangan kompetensi ASN. Hadirnya ASN yang berkualitas tentunya akan berimbas pada hadirnya layanan publik yang berintegritas, cepat, transparan, dan merata. Hal tersebut menjadi cerminan dari peran ASN yang tidak hanya sebatas sebagai pelaksana kebijakan, tetapi juga sebagai agen perubahan dan motor pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, menjadi fasilitator perubahan di daerah, dan menghasilkan output utama terciptanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah demi mengefektifkan penerapan kebijakan nasional tepat sasaran.