Menu Close

Strategi Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence (Memperdagangkan Pengaruh) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Aceh – Peran pengawasan menjadi salah satu kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan. Transformasi digital pelayanan publik untuk memindahkan proses manual menjadi proses berbasis sistem akan menutup ruang intervensi pribadi sehingga dapat meminimalisir terjadinya praktik Trading in Influence. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara (LAN) Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH, MA pada Webinar Diseminasi Hasil Kajian “Strategi Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence dalam Penyelenggaraan Pemerintahan” yang dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting, Selasa (8/12).

Sementara itu mengawali diskusi, Peneliti Puslatbang KHAN Veri Mei Hafnizal, SH, MH menyampaikan Trading in Influence terjadi akibat pelanggaran etika dan moralitas yang dilakukan oleh para penyelenggara negara sehingga perlu adanya strategi pencegahan dan penindakannya.

“Berdasarkan temuan lapangan, pola trading in influence dalam hukum administrasi negara dapat dipisahkan menjadi dua pola, yaitu pola memanfaatkan pengaruh dan pola menggunakan pengaruh. Untuk mencegah terjadinya trading in influence dibutuhkan adanya harmonisasi peraturan perundangan terkait trading in influence, adanya sistem pengawasan yang baik, serta peran pimpinan untuk menjadi role model bagi bawahannya”, ujar Veri.

Sejalan dengan Veri, Praktisi Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, S.H., LL.M, menuturkan bahwa Trading in Influence belum diterjemahkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Trading in Influence sejatinya merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang. Sehingga penting bagi kita untuk melihat administrasi pada sebuah instansi, sehingga pengawasan dapat dilihat dan ditelusuri.

Trading in Influence tidak bisa ditolerir, untuk itu kita perlu kedepankan pola pencegahan seperti yang didorong oleh Puslatbang KHAN sehingga kita dapat menciptakan negara yang bersih dari KKN”, ujar Bivitri.

Dalam kesempatan yang sama, Komisoner Komisi Kepolisian Nasional Dr. Albertus Wahyurudhanto, M.Si, menyajikan paparan “Peran dan Fungsi Pengawasan untuk Pencegahan Trading in Influence”. 

“Praktik memperdagangkan pengaruh muncul karena adanya kewenangan yang dimiliki oleh seseorang, jika pengawasan lemah maka akan membuka ruang bagi trading in influence. Tindakan ini akan melahirkan perilaku buruk dan cenderung kepada korupsi. Integritas aparatur menjadi kunci utama dalam memerangi praktik trading in influence. Pengawasan adalah cara yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Harus ada kolaborasi dan sinergitas antara pengawas internal dan eksternal”, ujar Albertus.

Sementara itu Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Drs. Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, MBA menyampaikan penyelenggara negara berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang, untuk itu dibutuhkan kehati-hatian dalam melaksanakan tugas. 

“Peran kepemimpinan menjadi faktor penting dalam instansi untuk mencegah praktik-praktik trading in influence. Karena abuse of power atau penyalahgunaan wewenang tanpa kita sadari dapat terjadi karena adanya rasa sungkan terhadap stakeholder”. Tambah Gatot.

Terakhir Kepala Puslatbang KHAN, Ir. Faizal Adriansyah, M.Si menyampaikan bahwa output kajian tahun ini berupa buku kajian dan handbook Strategi Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence (Memperdagangkan Pengaruh) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. 

“Semua capaian tersebut merupakan sebuah apresiasi, jika yang kami hasilkan ini bermanfaat untuk masyarakat luas” tutup Faizal.

Skip to content