Menu Close

LAN Kaji Insentif ASN di daerah 3T, Beresiko Tinggi dan Berkinerja Tinggi

Jakarta – Lembaga Administrasi Negara (LAN) saat ini tengah mengkaji kebijakan insentif terhadap pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja  di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T), ASN beresiko tinggi serta ASN berkinerja tinggi. 

Para ASN yang bekerja di daerah 3T, beresiko tinggi dan berkinerja  perlu mendapat perhatian khusus oleh pemerintah, pasalnya isu yang mewarnai birokrasi kita saat ini ialah krisis kepegawaian terutama di daerah 3T, hal tersebut didorong oleh banyaknya pegawai yang meminta pindah ke daerah yang dianggap lebih sejahtera. Hal tersebut diungkapkan Kepala LAN, Dr. Adi Suryanto, M.Si dalam sambutannya pada acara Webinar Nasional yang mengangkat tema “Keadilan dalam Kesejahteraan Aparatur Sipil Negara yang Bekerja di Wilayah 3T, Beresiko Tinggi dan Berkinerja Tinggi” yang diselenggarakan oleh Kedeputian Kajian dan Inovasi Manajemen ASN, Lembaga Administrasi Negara secara daring.

“Kesejahteraan ASN disini tidak hanya dari sisi finansial, namun juga sisi non-finansial, oleh karena itu dengan webinar ini diharapkan dapat mempertemukan gagasan, pemikiran, pemetaan masalah dalam rangka merumuskan solusi kebijakan yang tepat dalam memberikan insentif bagi mereka yang bekerja di kawasan 3T.” tambah Adi Suryanto.

Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) yang diwakili oleh Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana, Kementerian PAN RB, Rini Widyantini, SH., MPM dalam keynote speakernya menjelaskan bahwa pemerintah tengah menyusun konsep reformulasi kesejahteraan ASN dengan menetapkan Indeks Kinerja Utama (IKU) sebagai elementer utama dalam pengukuran kinerja ASN. Dalam hal ini pemerintah tengah mengambil langkah dalam menyusun konsep penggajian baru dan kesejahteraan ASN dari sisi Non-finansial seperti melalui Flexible work arrangement sehingga tercipta keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. “Terkait kebijakan ASN di daerah 3T, beresiko tinggi dan berkinerja tinggi, diberikan mandat dalam melaksanakan pengkajian dalam level prioritas nasional  yaitu  merumuskan model insentif ASN dengan karakteristik khusus antara lain pegawai ASN dengan resiko tinggi, ASN yang bekerja di daerah 3T dan ASN berkinerja tinggi.” tambah Rini.

Pada kesempatan yang sama Deputi Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen ASN Dr. Agus Sudrajat, M.Si menyampaikan tantangan kondisi ASN dalam dalam rangka penyebaran ASN. Dalam data tersebut dijelaskan 182.697 PNS bekerja di daerah 3T pada 62 Kabupaten,  dan  7506 PNS yang berada di daerah perbatasan pada 222 Kecamatan perbatasan. Agus Sudrajat menambahkan bahwa berdasarkan data tersebut, mayoritas pegawai adalah jabatan fungsional umum yang hanya mengurusi administrasi saja. “Banyaknya perpindahan pegawai ke daerah yang lebih sejahtera menjadi salah satu pemicu permasalahan distribusi ASN, hal tersebut disebabkan oleh adanya ketimpangan penghasilan dan kompensasi antar instansi, daerah dan jabatan,” ungkapnya.

Menyikapi hal tersebut, dalam kajian ini Agus Sudrajat menjelaskan pemerintah telah memiliki target kebijakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ASN.  Target tersebut adalah pada  tahun 2021 mendatang pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait reformasi Gaji, Tunjangan dan fasilitas ASN,sedangkan pada  pada tahun 2022 mendatang ditargetkan  kebijakan terkait insentif untuk ASN di daerah 3T, beresiko tinggi dan berkinerja tinggi akan segera dikeluarkan.

Dirjen Otonomi Daerah, Kemendagri, Akmal Malik dalam kesempatan tersebut mengatakan, pemberian insentif kepada PNS yang bekerja di kawasan 3T harus didukung dengan performance mapping terhadap kemampuan keuangan daerah serta perilaku aktor yang diberikan otoritas untuk membuat kebijakan tersebut dalam hal ini kepala daerah dan DPRD.

“Namun kenyataan dilapangan, terdapat persoalan dimana kepala daerah dan DPRD nya masih belum sejahtera, jika demikian kondisinya bagaimana mereka dapat memperjuangkan kesejahteraan ASN sedangkan mereka belum sejahtera,” tandasnya.

Oleh karena itu, pemerintah  dapat membrijing kepala daerah dan DPRD selaku eksekutor kebijakan di tingkat daerah untuk dapat berkolaborasi  membuat kebijakan yang lebih asimetris sehingga visi pemerintah dalam rangka pemerataan keadilan di daerah 3T dapat terwujud.

Menyikapi hal tersebut,  Direktur Aparatur Negara Kementerian PPN/ Bappenas, Tatang Muttaqin, PhD menjelaskan perlu adanya kolaborasi antar instansi pemangku kepentingan dalam hal penyediaan infrastruktur dan SDM. Tatang mencontohkan, Kementerian Kominfo dalam rangka penyediaan infrastruktur TIK di kawasan 3T, Kemendikbud dalam penyediaan tenaga pengajar serta tunjangan khusus untuk guru didaerah 3T, kementerian kesehatan dalam rangka penempatan tenaga medis daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan,. Kolaborasi tersebut dinilai sangat efektif dalam rangka mempercepat peningkatan pelayanan publik.

“Namun dalam upaya pemenuhan pelayanan publik tersebut, ASN yang bekerja di daerah 3T juga menjadi perhatian pemerintah tidak hanya dalam pemenuhan yang bersifat finansial, tetapi juga non-finansial,” ungkapnya.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam tataran akademik, Dosen Fisipol UGM, Ely Susanto, PhD, mengungkapkan kesejahteraan berkaitan dengan kompensasi hal ini bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pegawai dalam rangka meningkatkan kinerjanya, menarik dan mempertahankan pegawai yang memiliki kualifikasi tinggi, serta mencapai tujuan organisasi.

“Perlu desain secara rinci dengan memetakan potensi setiap daerah dalam rangka pemenuhan kompensasi ASN yang bekerja di daerah 3T, hal ini bertujuan untuk untuk menarik, memotivasi pegawai untuk menunjukkan kinerja yang tinggi untuk  bersedia ditempatkan di daerah 3T.” paparnya

Melalui kolaborasi instansi terkait dalam rangka menyusun kebijakan insentif pns yang bekerja di kawasan 3T, beresiko tinggi dan berkinerja tinggi, maka permasalahan ketimpangan distribusi ASN dapat segera teratasi. (humas)

Skip to content