Jakarta – Arus urbanisasi yang kian meningkat di kota besar memberikan dampak signifikan terhadap ruang terbuka hijau, data menyebutkan bahwa tantangan terbesar urbanisasi adalah adanya peningkatan populasi kota mencapai lebih dari 55 persen dari total penduduk. Seiring dengan hal tersebut kualitas lingkungan perkotaan akan terus menurun diakibatkan oleh polusi udara, pemanasan kota (urban heat), serta menurunnya keseimbangan ekosistem perkotaaan. Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Kajian dan Inovasi Administrasi Negara, Dr. Tri Widodo WU, MA saat memberikan sambutan dalam kegiatan Webinar Virtual Public Lecture Series Ke 3 ASN Talent Academy Xplore, Selasa (8/10).
Dalam Webinar yang mengangkat tema Future City Vibes : Ruang terbuka hijau solusi kota berkelanjutan, Tri Widodo menjelaskan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan elemen kunci dalam membangun kota yang lebih sehat, produktif dan berkelanjutan, kehadirannya bukan hanya soal estetika maupun kenyamanan melainkan juga keberlanjutan dan kesehatan lingkungan.
“RTH ini juga menjadi solusi adaptif untuk metigasi perubahan iklim, seperti diketahui bahwa krisis iklim adalah tantangan terbesar bagi kota-kota besar di dunia, urbanisasi yang tidak terencana dengan baik akan makin memperburuk dampak dari perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan maupun fenomena perubahan suhu secara ekstrem”, tambahnya.
RTH ini menjadi solusi untuk berbagai masalah yang dihadapi kota-kota besar saat ini, oleh karenanya dibutuhkan adanya perencanaan yang matang serta kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta untuk menginisiasi adanya Green infrastructure yang mengintegrasikan RTH dengan ekosistem alam, teknologi cerdas (AI) serta pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, sehingga RTH akan menjadi enabling environment terhadap kehidupan ekonomi dan mendukung kehidupan yang lebih sehat di masa yang akan datang.
Sementara itu Analis Kebijakan Puslatbang KHAN LAN RI, Desy Maritha,, menjelaskan mendorong urgensi kebijakan RTH, hal ini mengingat isu memburuknya kualitas udara, terutama kota-kota besar di Indonesia. Salah satu penyebab utama buruknya kualitas udara di kota besari adalah masih terbatasnya pemenuhan RTH di berbagai daerah.
Desy menambahkan bahwa berbagai studi menunjukkan bahwa RTH dapat mengurangi polusi udara hingga 5% sampai 69%, oleh karenanya berdfasarakan hasil analisis Puslatbang KHAN merekomendasikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) untuk melakukan verifikasi data ketersediaan RTH agar ada kepastian data yang menjadi rujukan nasional. Selain itu, pemerintah daerah diharapkan dapat berinovasi, seperti dengan konsep “Jointly Claimed,” yaitu kolaborasi antara pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pengakuan RTH bersama.
Hal senada diungkapkan, Manajer Kampanye Polusi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Abdul Ghofar yang enyampaikan konsep Green City atau Kota Hijau yang merupakan pembangunan kota yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan mendukung kualitas hidup masyarakat.
“Setidaknya ada 11 indikator yang digunakan untuk mengukur kota berkelanjutan, antara lain: RTH, pengelolaan sumber daya air, energi, sampah, kualitas udara, transportasi publik, perencanaan tata ruang, partisipasi masyarakat, bangunan berkelanjutan, ketahanan iklim, dan keanekaragaman hayati”, ungkapnya
Menyikapi hal tersebut, perwakilan dari Kementerian ATR/BPN, Mirwansyah Prawiranegara, menekankan pentingnya perencanaan menyeluruh yang mencakup Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH) dan Ruang Terbuka Biru (RTB) sebagai bagian dari sistem ekologi kota. Menurutnya, segala bentuk ruang, baik di permukaan tanah, dinding, hingga atap bangunan, memiliki potensi untuk berkontribusi dalam membentuk RTH yang berkualitas dan berfungsi optimal dalam mendukung lingkungan perkotaan.
Sebagai praktik baik pemennfaatan RTH di tingkat kota, Bappedalitbang Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajat menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Surabaya telah berhasil memenuhi ketentuan pemenuhan 30% RTH sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Ia menekankan bahwa pencapaian ini diraih melalui kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam perencanaan tata kota yang berkelanjutan.
Adapun diseminasi ini bertujuan untuk mempromosikan rekomendasi kebijakan yang terangkum dalam makalah berjudul “Implementasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.” dan diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh Indonesia, mulai dari ASN, masyarakat sipil, mahasiswa, hingga berbagai kalangan yang peduli terhadap isu lingkungan, harapannay dapat memberikan pemahaman dalam pemanfaatan RTH untuk pembangunan kota di masa depan.