Menu Close

Keterwakilan Perempuan di Pemerintahan: Take a Seat or Take a Side

Jakarta – Seminar yang bertajuk “Perempuan dan Politik” membahas pentingnya keterwakilan perempuan dalam pemerintahan di Jakarta, Kamis (18/7) menghadirkan pemateri ternama seperti Dr. Vitri C. Mallarangen, S.I.Kom., M.Sc., Ketua Umum PDRI; Annisa Pohan Yudhoyono, S.E., M.M., Ketua Dewan Kehormatan PDRI sekaligus Ketua Umum Srikandi Demokrat; serta pemateri utama, Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta dan Profesor Ilmu Politik.

Dr. Vitri C. Mallarangen membuka sesi dengan menyoroti UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur bahwa setiap daerah pemilihan (dapil) harus mencalonkan minimal 30% perempuan dalam daftar caleg, dengan ketentuan minimal satu calon perempuan di setiap tiga calon. “Keterwakilan ini bukan hanya soal angka, tapi tentang membawa perubahan yang nyata bagi kebijakan yang lebih inklusif dan adil,” ujar Dr. Vitri.

Sedangkan Prof. Dr. Nurliah Nurdin menekankan bahwa perempuan di parlemen tidak boleh hanya “take a seat” tanpa “take a side”. Menurutnya, perempuan harus proaktif memperjuangkan isu-isu perempuan di parlemen dan tidak boleh berdiam diri saat kebijakan yang terkait isu perempuan sedang dibahas. “Kita harus memastikan bahwa suara perempuan didengar dan dipertimbangkan dalam setiap pengambilan kebijakan,” tegas Nurliah.

Lebih lanjut Nurliah Nurdin memaparkan alasan mendasar mengapa perempuan perlu terjun ke dunia politik. “Perempuan perlu ada di politik karena faktor representasi, kesetaraan dan keadilan, menjadi panutan, prioritas kebijakan, peningkatan tata kelola, partisipasi demokratis, dan dampak global,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa keberadaan perempuan di politik akan membawa perspektif berbeda yang sangat dibutuhkan untuk kebijakan yang lebih komprehensif dan adil.

Seminar ini menjadi ajang diskusi penting yang mengingatkan kembali akan tanggung jawab perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya di ranah politik. Dengan adanya peraturan yang sudah mengakomodasi keterwakilan perempuan, tantangan berikutnya adalah memastikan perempuan yang sudah “take a seat” juga benar-benar “take a side” dalam setiap isu penting, terutama yang menyangkut hak-hak dan kepentingan perempuan.

“Kita harus terus mendorong lebih banyak perempuan untuk terjun ke politik, bukan hanya sebagai peserta, tetapi sebagai pengambil keputusan yang aktif dan berpengaruh,” tutup Annisa Pohan Yudhoyono.

Seminar ini diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam politik, demi terciptanya pemerintahan yang lebih inklusif dan adil bagi semua.

Skip to content