Menu Close

Revisi UU ASN: Momentum Transformasi

Ditayangkan di kompas.com pada tanggal 17 Oktober 2023

Masrully Analis Kebijakan pada Lembaga Administrasi Negara RI

DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi UU dalam rapat paripurna pada Selasa, 3 Oktober 2023.

Ada beberapa poin perubahan di dalam UU yang baru ini dibanding UU sebelumnya. Poin perubahan tersebut sempat dipaparkan Menteri PANRB dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Pemerintah dalam rangka Pengambilan Keputusan Tingkat I atas RUU ASN.

Poin perubahan tersebut di antaranya, pertama, proses rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) lebih fleksibel. Kedua, kemudahan mobilitas pegawai bertalenta.

Ketiga, percepatan pengembangan kompetensi ASN. Keempat, terkait permasalahan kinerja pegawai, di mana pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi bukan lagi individu.

Kelima, perubahan terkait penataan tenaga non-ASN atau honorer. Keenam, soal digitalisasi manajemen ASN yang bakal segera diwujudkan dengan sistem data terintegrasi. Ketujuh, adalah penguatan budaya kerja dan citra institusi.

Transformasi pengembangan kompetensi ASN

Sebagaimana disampaikan pada penjelasan di atas, salah satu transformasi di dalam UU yang baru adalah soal pengembangan kompetensi ASN.

Beberapa perubahan mendasar, misalnya, pengembangan kompetensi ASN yang sebelumnya diposisikan sebagai hak ASN, dalam UU baru ini tidak hanya merupakan hak, tetapi juga menjadi kewajiban seorang ASN.

Artinya, ASN dituntut secara aktif mengembangkan kompetensinya, bukan hanya pasif sebagaimana paradigma kebijakan lama.

Aspek lain yang cukup penting dalam perubahan UU terkait pengembangan kompetensi ASN, menurut Menpan, adalah sistem pengembangan kompetensi ASN yang dibuat terintegrasi.

Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pola pengembangan kompetensi ASN tidak hanya terbatas atau tidak didominasi dalam bentuk klasikal, tetapi lebih bersifat experiental learning, ada berupa magang, ada on the job training, dsb.

Di dalam rancangan UU terbaru diistilahkan bahwa pengembangan kompetensi dilakukan melalui sistem pembelajaran terintegrasi.

Terkait pendekatan terintegrasi, sudah sempat muncul dalam kebijakan yang lama, yaitu dalam revisi kebijakan manajemen PNS pada 2020 dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP Nomor 17 tahun 2020.

Pada pasal 203 ayat 4a dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pengembangan kompetensi PNS dilakukan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi atau Corporate University. Namun istilah itu tidak dijelaskan lebih lanjut.

Saat ini poin yang menyatakan pengembangan kompetensi ASN dilakukan dengan sistem pembelajaran terintegrasi diatur di tingkat undang-undang. Tentunya ini mengindikasikan penguatan poin tersebut.

Jika kita liat dalam rancangan UU ASN yang dimaksud dengan sistem pembelajaran terintegrasi adalah pendekatan yang secara komprehensif menempatkan proses pembelajaran Pegawai ASN, yaitu: terintegrasi dengan pekerjaan, sebagai bagian penting dan saling terkait dengan komponen Manajemen ASN; terhubung dengan Pegawai ASN lain lintas Instansi Pemerintah maupun dengan pihak terkait.

Jika kita cermati dalam penjelasan MenPANRB arah yang dimaksud terintegrasi dalam kebijakan tersebut adalah pola pengembangan kompetensi tidak hanya bersifat klasikal, tetapi menggabungkan berbagai pola pengembangan lain yang nonklasikal.

Hal tersebut juga sebagaimana yang dibicarakan dalam forum-forum diskusi selama ini di mana pengembangan kompetensi ASN yang terintegrasi mengarah pada pendekatan pembelajaran kolaboratif, terbuka, dinamis dan saling terhubung satu dengan lainnya dan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Integrasi Pelatihan ASN

Namun, selain terintegrasi secara pola atau jalur atau mekanisme pengembangan kompetensi, isu integrasi lain yang juga sangat penting adalah integrasi dan keterhubungan proses pengembangan kompetensi dengan proses lain dalam manajemen ASN berbasis sistem merit, khususnya keterhubungan dengan hasil pemetaan kompetensi ASN.

Karena menurut laporan hasil penilaian sistem merit dalam manajemen ASN yang dikeluarkan oleh KASN pada 2019, dalam penerapan sistem merit salah satu kelemahan dalam hal pengembangan kompetensi selama ini adalah belum adanya keterhubungan gap kompetensi dengan pengembangan kompetensi ASN.

Di sisi lain selama ini, dokumen hasil pemetaan kompetensi ASN yang diperoleh melalui proses manajemen talenta maupun hasil dari proses seleksi terbuka suatu jabatan, belum dimanfaatkan secara optimal dalam proses pengembangan kompetensi ASN.

Hal ini mungkin dapat menjadi bagian yang mungkin bisa kita optimalkan ke depan dalam melakukan transformasi pengembangan kompetensi ASN.

Bagaimana kita membangun keterkaitan dan hubungan yang kuat antara proses pra-pelatihan, dengan proses pelatihan hingga proses pascapelatihan ASN.

Upaya integrasi pengembangan kompetensi ASN dengan hasil pemetaan kompetensi dapat dilakukan dengan mengembangkan model sebagai berikut.

Pertama, data profil kompetensi dijadikan sebagai input dan food dalam proses pelatihan ASN. Artinya profil kompetensi ASN dijadikan dan dimanfaatkan sebagai bahan dalam proses pelatihan ASN.

Profil kompetensi tersebut dapat diperoleh dari hasil asesmen kompetensi ASN yang selama ini tengah gencar dilakukan.

Apalagi pemerintah tengah gencar mendorong penerapan manajemen talenta yang salah satu kegiatannya adalah memetakan seluruh kompetensi ASN.

Kedua, pemanfaatan data profil kompetensi dalam Proses Pelatihanya. Profil kompetensi ASN juga berpotensi dimanfaatkan secara optimal dalam proses pelatihan.

Berbagai treatment yang dilakukan lembaga pelatihan, baik dalam proses pembelajaran maupun proses lainnya seperti coaching dan mentoring, dapat memanfaatkan data profil kompetensi sebagai food.

Data profil kompetensi perserta dalam menjadi bahan dalam menentukan dan mendesain bahan pembelajaran serta metode pembelajaran.

Selanjutnya proses coaching dan mentoring juga seyogyanya menjadikan data profil kompetensi peserta sebagai dasar dalam menyusun strategi coaching dan mentoring.

Dalam desain beberapa pelatihan saat ini, terdapat peran coach dan mentor. Selama ini coach dan mentor berperan besar dalam mendampingi peserta pelatihan dalam menyusun tugas akhir berupa proyek perubahan, rancangan aktualisasi, dsb.

Dalam model ini, peran coach dan mentor dapat diperluas lagi menjadi terlibat secara aktif dalam mengakselerasi kompetensi peserta untuk menutupi gap kompetensi mereka. Perlu pemanfaatan dokumen profil kompetensi dalam tahap ini.

Coach dan mentor akan menjadikan dokumen profil kompetensi peserta sebagai rujukan dalam mendesain treatment yang akan mereka lakukan untuk mengakselerasi peningkatan kompetensi peserta.

Jadi dalam pelaksanaan pelatihan, upaya peningkatan kompetensi peserta tidak hanya dilakukan oleh tenaga pengajar/Widyaiswara dan penceramah, tetapi juga didukung oleh coach dan mentor.

Untuk dapat menerapkan model ini memang dibutuhkan upaya untuk menyiapkan kompetensi coach dan mentor dalam mendesain dan mengakselerasi kompetensi peserta pelatihan.

Ketiga, dilakukan Penilaian Kompetensi pasca-Pelatihan ASN. Tranformasi lain yang juga layak untuk didiskusikan dalam upaya integrasi adalah dilaksanakannya penilaian kompetensi pascapelatihan.

Pengembangan kompetensi ASN sejatinya berupaya untuk meningkatkan kompetensi ASN agar dapat memenuhi standar kompetensi yang dipersyaratkan di jabatannya.

Untuk memastikan tujuan tersebut tercapai, seyogyanya setelah seorang ASN mengikuti pelatihan, dilakukan penilaian kompetensi lagi. Hal itu bertujuan memastikan terjadinya peningkatan kompetensi peserta.

Data hasil penilaian kompetensi akan menjadi input bagi sistem manajemen talenta di instansi pemerintah.

Dengan model yang terintegrasi, maka diharapkan antara proses pra-pelatihan, proses pelatihan, hingga pascapelatihan akan menjadi saling terkait dan terhubung satu sama lainnya.

Model ini juga akan memperkuat penerapan manajemen ASN yang berbasis kompetensi. Karena jika ingin menerapkan manajemen ASN berbasis kompetensi, maka idealnya semua proses membangun ASN yang kompeten tersebut inline satu sama lainnya, saling terkait dan menuju ke titik yang sama.

Semua rangkaian kegiatannya berupa penetapan standar kompetensi jabatan, proses pemetaan kompetensi saat ini, pengembangan kompetensi, hingga uji kompetensi seyogyanya menuju ke arah yang sama, yaitu terpenuhinya standar kompetensi jabatan di masing-masing jabatan.

Hal tersebut untuk memastikan para pegawai yang menduduki jabatan di instansi dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi secara penuh.

Namun perlu juga didesain pengayaan dan pengembangan lainnya di luar standar minimal di jabatan, berupa kompetensi lain yang searah dan mendukung visi dan misi instansi serta kompetensi-kompetensi yang dapat menjawab tantangan lingkungan organisasi saat ini dan ke depan.

Skip to content