Menu Close

Indonesia Darurat Bencana Gempa dan Gunung Api

FAIZAL ADRIANSYAH, Penasihat IAGI Aceh, Kepala Puslatbang KHAN LAN RI

MENCERMATI fenomena akhir-akhir ini gempa yang susul menyusul terutama dipulau Jawa, kemudian gunung api juga mulai bereaksi salah satunya gunung Semeru maka perlu kewaspadaan seluruh wilayah di Indonesia.

Saat gempa Aceh 26 Desember 2004, terjadi juga gempa di wilayah lain, namun waktunya selang berbulan bahkan bertahun.

Setelah gempa Aceh, terjadi gempa Nias 28 Maret 2005, kemudian menyusul Bantul DIY 27 Mei 2006, Pangandaran 17 Juli 2006, Sumatera Barat 6 Maret 2007, Bengkulu 12 September 2007 hingga Pidie Jaya 7 Desember 2016.

Untuk kondisi hari ini cukup mencemaskan kita semua karena gempa terjadi susul menyusul dalam selang hitungan hari, mulai gempa bumi Cianjur terjadi pada tanggal 21 November 2022 pukul 13:21:10 WIB, dengan magnitude 5,6 dan kedalaman 11 Km.

Sampai tanggal 28 November 2022, pukul 07:00 WIB, BMKG telah mencatat terjadi 297 gempa susulan dengan magnitudo terbesar M4,2 dan terkecil M1,0.

Gempa Garut 3 Desember 2022 pada pukul 16:49:41 WIB, pusat lokasi gempa ada di 52 km barat daya Kabupaten Garut dengan magnitudo 6.4 SR kedalaman gempa 118 Km.

Gempa dirasakan di beberapa wilayah seperti Garut, Kalapanunggal, Sumur, Tasik, Pamoyanan dan Panimbang.

Berselang sehari, gempa bumi berkekuatan magnitudo 2,9 juga terjadi di wilayah Kota Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar).

Kemudian disusul gempa Jember 6 Desember 2022 pada pukul 13:07:48 WIB, Pusat gempa berada dilaut 284km Barat Daya Jember dengan Magnitudo: 6.2, Kedalaman: 10 km.

Tidak hanya gempa bumi ternyata gunung api juga mulai bereaksi, terjadi erupsi G.

Semeru pada hari Selasa, 6 Desember 2022, pukul 05:02 WIB jumlah pengungsi erupsi gunung Semeru mencapai 2493 jiwa dari 2 wilayah Lumajang dan Malang.

Tercatat juga pada hari yang sama terjadi erupsi Gunung Kerinci pada pukul 08:22 WIB, tinggi kolom abu teramati ± 700 m di atas puncak (± 4505 m di atas permukaan laut).

Kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal ke arah barat daya.

Kita sadari bahwa pengetahuan manusia masih sangat sedikit tentang gempa dan gunung api.

Kita baru tahu gempa setelah gempa terjadi.

Kita juga dikejutkan dengan gunung api yang disangka tidur dan sudah tidak akan ada lagi erupsi ternyata muncul dan bereaksi sangat aktif seperti Gunung Sinabung.

Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600 M.

Letusan terakhirnya diperkirakan sekitar tahun 800 M.

Tetapi pada tanggal 27 Agustus 2010 Gunung Sinabung mendadak aktif kembali dengan meletus mengeluarkan asap dan abu vulkanik.

Kemudian 29 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB gunung Sinabung mengeluarkan lava.

Dua belas ribu warga di sekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8 lokasi.

Hingga kini gunung yang tidur selama 1.210 tahun yang lalu telah bangun kembali.

Kondisi ini tidak bisa kita abaikan begitu saja, maka fokus terhadap dampak bencana harus menjadi perhatian pemerintah.

Tercatat di Indonesia saat ini ada sekitar 269 sesar aktif (Dani Hilman 2021), dan 127 gunung api aktif dimana ada 69 buah dalam pengawasan (PVMBG).

Bencana sudah sering terjadi dan berulang namun kita selalu seperti tidak pernah siap.

Bencana dari perspektif SDA Konsekuensi kepulauan Indonesia yang terbentuk dari tumbukan tiga lempeng besar dunia pada jutaan tahun yang lalu yaitu Lempang Benua Eurasia, Lempeng Samudera Hindia-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik.

Proses tumbukan dahsyat ketiga lempeng tersebut menjadikan bentuk pulau Indonesia yang unik dan beragam.

Jauh sebelum manusia hadir Allah SWT sudah menyediakan Sumber Daya Alam (SDA) lewat proses geologi yang menghasilkan ratusan gunung api yang pada masa lalu sangat aktif sehingga hasil letusannya mempengaruhi kesuburan lahan permukaan tanah air Indonesia, hari ini bisa kita saksikan dengan hamparan sawah dan ladang.

Ketika aktivitas gunung api sudah mereda mulailah tumbuh pepohonan yang menghasilkan hutan belukar yang lebat.

Sumber mata air bersih mengalir dari lerenglereng bukit dan gunung, sungai-sungai dan danau terbentuk dengan ekosistem kehidupan hewan yang beragam dan unik.

Sistem panas bumi yang menjadi sumber energi terbarukan juga banyak terbentuk di sekitar wilayah aktivitas gunung api.

Sementara itu di bawah bumi terjadi dinamika yang luar biasa, rekahan bumi banyak terisi magma sisa yang ternyata menjadi sumber mineralisasi sehingga terbentuk emas, perak, tembaga dan mineral logam lainnya.

Proses pemanasan magma terhadap batuan juga menjadikan mineral industri yang berlimpa, pasir kuarsa, marmer, quarsit, bentonit dan lain-lain.

Allah juga dengan kuasanya membuat sistem pemanasan fosil-fosil dibawah bumi sehingga terbentuk endapan hidrokarbon yang berlimpah seperti minyak, gas, batubara.

Gempa- gempa besar menjadikan Minyak dan Gas bermigrasi mendekati permukaan sehingga mudah kita eksploitasi hari ini.

Sesudah semua disiapkan dengan berlimpah manusia baru dihadirkan Tuhan untuk menjadi Khalifah di muka bumi.

Allah berfirman dalam Al Quran “Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu.

(Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur (QS.Al Araf 10).

Hari ini proses alam untuk mencari keseimbangan terus akan terjadi melalui gempa dan letusan gunung api.

Namun tidak sedahsyat masa lalu.

Alam hanya menyesuaikan keseimbangan bisa jadi karena keserakahan manusia dalam mengekploitasi bumi.

Bagaimana kita menyikapi fenomena saat ini.

Ada dua pendekatan yang dapat kita lakukan hidup di wilayah “ring of fire” yang pertama kesadaran bahwa gempa dan letusan gunung api tidak dapat kita hentikan, karena hal ini bagian dari proses keseimbangan alam.

Namun secara iman kita yakin ada “Penguasa Alam Semesta” yang mengatur seluruh alam jagat raya.

Maka pendekatan spritual dengan memperbaiki sikap perilaku kita terhadap Pencipta dengan ketaatan serta membangun harmonisasi dengan alam tidak rakus dan serakah.

Pastilah akan membawa keberkahan dari langit dan bumi (baca QS.Al Araf ayat 96).

Pendekatan kedua adalah secara saintis, bahwa korban gempa maupun letusan gunung api sesungguhnya dapat kita minimalisir dengan membangun kesiapsiagaan.

Di antaranya standar bangunan harus ditaati, sosialisasi pendidikan kebencanaan sejak usia dini, dana tanggap darurat yang memadai, gudang logistik bencana alam, regulasi mobilisasi alat berat antar provinsi/kabupaten.

Skip to content