Jakarta – Perubahan paradigma dari pembangunan ekonomi konvensional yang mengedepankan sektor industri dan eksploitasi sumberdaya alam (brown economy) ke pertumbuhan ekonomi hijau dipandang sebagai hal yang mendesak. Eksploitasi pada sektor primer seperti sumberdaya alam dan pertanian misalnya, apabila suatu negara lebih menekankan pada sektor primer, maka akan diikuti dengan permasalahan lingkungan yang dalam jangka panjang akan pula menimbulkan kerusakan lingkungan dan permasalahan sosial. Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi ASN Lembaga Administrasi Negara (LAN), Dr. Basseng, M.Ed dalam sambutannya saat membuka Webinar Pro Hijau Series Volume 2: Modul Paradigma Pertumbuhan Ekonomi Hijau melalui Zoom Meeting, Rabu (23/9).
“Bila suatu negara lebih menekankan sektor primer, maka ada permasalahan pembangunan. Kita mengejar pembangunan, mengejar income per kapita, tetapi secara sadar atau tidak sadar akan merusak lingkungan. Padahal, pertumbuhan yang kita harapkan tidak membawa dampak ekologi, tidak merusak lingkungan termasuk permasalahan sosial,” jelasnya.
Melalui webinar ini, Basseng berharap agar para peserta mendapatkan tambahan pengetahuan, kesadaran dan berbagai masukan akan pentingnya peranan pertumbuhan ekonomi hijau dan bagaimana aplikasinya dalam konteks pembangunan Indonesia. Selain itu, dengan tumbuhnya kesadaran akan ekonomi hijau, para ASN dapat turut mengambil peran dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing untuk berpedoman pada paradigma green growth.
“Green growth ini memerlukan kesadaran semua pihak dan saling bekerjasama baik di pihak pemeritah atau ASN maupun partner seperti politisi harus ada sinergi. Saya berharap mudah-mudahan bisa membumikan green growth ini dengan baik sehingga ASN bisa memiliki persepsi yang sama. Kawan-kawan yang berada pada sistem machinery economy bisa bergerak dan memberi masukan kepada pejabat atau politisi tersebut, begitu pula dalam membuat program di instansinya masing-masing green growth ini tetap ada di back of mindnya,” tutupnya.
Senada dengan hal tersebut, Norbert Maas, Indonesia Deputy Country Representative Global Green Growth Institute (GGGI) dalam sambutannya menyampaikan bahwa green growth program ini berupaya untuk mengembangkan dan menerapkan paradigma pertumbuhan hijau yang muaranya dapat dituangkan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia.
“Konsep green growth program memastikan semua hal bertumbuh dan berkembang dalam segala aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, inklusivitas sosial, pengentasan kemiskinan dan environmental sustainability. Selain itu, sangatlah penting untuk mempromosikan green invesment. Agar tumbuh kesadaran dan pemahaman akan konsep pertumbuhan hijau, maka perlu ada daya tarik investasi,” jelasnya.
Maas juga menyampaikan harapannya agar melalui forum ini program green growth dapat diperkenalkan dan diaplikasikan baik dalam tugas/pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari-hari untuk kehidupan dan Indonesia yang lebih baik.
Webinar hasil kerjasama antara LAN dengan GGGI serta Forest Digest sebagai media partner ini merupakan forum micro learning yang dikembangkan dari modul-modul Pelatihan Pro Hijau. Para narasumber dihadirkan dari berbagai latar belakang, baik akademisi, pemerintahan serta praktisi yang dikemas secara menarik, yaitu: Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ., Ph.D, (Direktur Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas); Harry Seldadyo, Ph.D (Penulis Modul Paradigma Pertumbuhan Ekonomi Hijau); Andhyta Firselly Utami, MPP. (Environmental Economist, The World Bank); Mahatma Putra (Director dan Co-Founder Anatman Pictures, Kreator Film “Diam dan Dengarkan”); Caca Syahroni, S.IP., M.Si (Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Teknis Dan Sosial Kultural ASN LAN) dengan moderator Mariski Nirwan (Sr. Officer Knowledge and Capacity Development, Global Green Growth Institute/GGGI). (humas)