Menu Close

Dorong Perumusan kebijakan yang mengedepankan etika kebangsaan, LAN selenggarakan VPL seri 10

Jakarta – Banyaknya penyalahgunaan kewenangan politik dalam proses perumusan kebijakan memberikan kontribusi terhadap kebijakan yang hanya mengedepankan pada satu kelompok tertentu, hal ini tentu saja mengurangi keberpihakan masyarakat dalam kebijakan tersebut, oleh karenanya dibutuhkan adanya kode etik dalam sebuah kebijakan agar tercipta kebijakan yang bermartabat dan bermoral serta mengakomodir kepentingan warga negara, hal ini diungkapkan Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara, Dr. Tri Widodo, WU, MA saat memberikan sambutan dalam Virtual Public Lecture seri 10 yang mengangkat tema “Etika Kebijakan Publik,  pada Kamis (27/10)

Ia menambahkan, etika kebijakan publik merupakan satu dimensi penting dalam ilmu kebijakan yang memiliki hakikat value creation and value allocation, maksudnya adalah sebuah kebijakan yang diciptakan memiliki nilai yang wajib ditaati dan didistribusikan kepada warga negara, nilai-nilai tersebut akan menjelma menjadi perilaku kolektif bangsa.

“Kebijakan publik sendiri sesungguhnya berbicara tentang sebuah regulasi dalam perspektif kebermanfaatannya bagi bangsa, maka etika kebijakan publik dapat menjadi sebuah rambu dalam proses perumusan kebijakan dengan mengurangi intervensi politik dan dimensi teknokratik dengan mengedepankan dimensi etika dan baik tidaknya kebijakan tersebut diterapkan di masyarakat” tambahnya.

Ia menjelaskan , suatu kebijakan publik tidak hanya melulu pada teknis perumusan kebijakan sampai dengan mengembangkan rekomendasi kebijakan melalui proses teknokratik dan metodologi penelitian, melainkan diperlukan nilai moralitas dan spiritualitas  yang terkandung dalam sebuah kebijakan. 

Dengan adanya nilai tersebut maka setiap aktor kebijakan dapat menghasilkan kebijakan publik yg bermoral serta memiliki etika kebangsaan.

Sementara itu, Guru Besar Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada, Prof. Purwo Santoso dalam kesempatan tersebut menjelaskan, 

Etika kebijakan publik memiliki 2 (dua) makna yaitu makna normative ethic yaitu etika sebagai standar dan etika sbg perspektif. Etika sebagai perspektif ini merupakan cara berpikir etis ketika suatu kebijakan direncanakan dengan baik dan melibatkan berbagai pihak yg memiliki potensi konflik dan dapat dimitigasi maka sebuah kebijakan publik dapat berjalan dengan baik berdasarkan etika yg telah disepakati”. tambahnya

Lebih jauh ia juga menjelaskan terkait dengan dua pendekatan etika kebijakan publik yaitu pendekatan teleologi dan pendekatan deontologi, Untuk pendekatan teleologi, penerapan kebijakan berdasarkan pada konsekuensi dari kebijakan yang diambil atau keputusan yang dibuat oleh pejabat publik untuk menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Dalam konteks kebijakan publik, pengukuran pendekatan teleologi dilakukan pada pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut, seperti menjamin kesehatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain. Dengan pendekatan teleologi, pejabat publik juga dapat mengembangkan cara untuk memaksimalkan nilai kebaikan bagi publik

Sementara itu, ia juga menjelaskan  pendekatan deontologi yang berlandaskan kepada prinsip-prinsip moral yang perlu ditegakkan oleh pembuat kebijakan. Pendekatan inj  tidak terikat dengan konsekuensi yang dihasilkan oleh kebijakan tersebut melainkan untuk mengubah pola pikir pejabat publik sedemikian rupa sehingga etika dan kebijakan yang dikeluarkan berorientasi kepada masyarakat, jelasnya.

Virtual public lecture ini merupakan kerjasama antara Lembaga Administrasi Negara dengan Tanoto Foundation yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi analis kebijakan di seluruh Indonesia. (humas)

 

Skip to content