SURAT Edaran (SE) MenPANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah punya unintended consequences of policy di masyarakat. Ditandai dengan munculnya penolakan baik di tingkat masyarakat (yang bekerja sebagai pegawai non aparatur sipil negara/ASN – yang takut kehilangan pekerjaan) maupun instansi pemerintah (yang mempekerjakan pegawai non-ASN – yang takut tugas dan fungsi unitnya tidak dapat berjalan maksimal).
Saat penataan pegawai non-ASN pada periode 2002-2007 (saat itu disebut dengan tenaga honorer) terdata sebanyak 920.720 orang pegawai non-ASN. Dari jumlah itu, yang diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) 860.220 orang sehingga masih tersisa 60.482 orang. Namun pada tahun penataan tahun 2012, jumlahnya meningkaat menjadi 650.474 orang pegawai non-ASN. Yang diangkat menjadi PNS 209.872 orang dan masih menyisakan 438.590 orang. Pada pendataan tahun 2022, tercatat ada 51.590 yang sedang berproses mengikuti seleksi calon ASN. Artinya saat ini ada kurang lebih 387.098 orang pegawai non-ASN yang belum jelas statusnya.
Jika dibandingkan dengan jumlah ASN saat ini yang sebanyak 4.344.552 orang, maka jumlah pegawai non-ASN tersebut kurang lebih 8,9 persen (KemenPANRB, Juni 2022). Pegawai inilah yang harus jelas status kepegawaiannya dan dapat tuntas sampai bulan November 2023. Apabila tidak dapat tuntas, dikhawatirkan akan membawa dampak pada stabilitas pemerintahan, khususnya di tahun politik 2024.
Penyelesaiannya juga mesti didasarkan pada merit system untuk menjaga upaya mewujudkan ASN yang profesional.
Mengapa banyak pegawai non-ASN di instasi pemerintah
Pegawai non-ASN di instansi pemerintah disebut dengan berbagai istilah, seperti pegawai honorer, tenaga kontrak, tenaga bantu, pegawai tidak tetap (PTT), pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN), tenaga ahli, staf ahli, tenaga pendukung dan lain sebagainya. Jumlahnya sangat banyak dan tersebar di semua unit kerja.
Semestinya, dengan ditetapkannya UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP Nomor 11 Tahun 2017 junto PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan PP Nomor 49 Tahun 2018 Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maka instansi pemerintah dilarang untuk merekrut pegawai non-ASN. Namun pada praktiknya karena tidak ada sanksi tegas bagi instansi pemerintah yang mempekerjakan pegawai no-ASN. Maka, masih banyak instasi yang merekrut pegawai non-ASN.
Perekrutan itu juga disebabkan adanya gap kebutuhan pegawai di instansi pemerintah karena tidak dipenuhinya pengajuan usulan formasi oleh KemenPANRB. Penolakan usulan formasi kebutuhan pegawai ASN di instansi pemerintah biasanya karena belum melalui kegiatan analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK) yang benar dan tidak sesuai dengan prioritas nasional. Dokumen Anjab dan ABK yang disusun tidak melalui analisis dan evaluasi yang berbasis pada perhitungan yang benar, dan sekedar memenuhi syarat administrasi.
Gap kebutuhan pegawai di instansi pemerintah juga disebabkan formasi yang disetujui KemenPANRB ternyata tidak terisi, karena pelamar tidak lolos passing grade sehingga jabatan tersebut lowong. Karena jabatan tersebut terkait dengan pelayanan publik dan pelaksanaan tugas fungsi unit dan harus terisi, maka direkrut pegawai non-ASN yang prosesnya lebih mudah dan sederhana.
Namun karena mudah dan sederhana itulah yang kemudian menyebabkan rekrutmennya dilakukan secara tidak profesional dan tidak berbasis merit system, cenderung menimbulkan praktik kolusi dan nepotisme.
Alternatif Solusi
Untuk menyelesaikan permasalahan yang sudah lama itu, perlu strategi yang cepat, tepat, dan strategis sehingga dapat menjadi penyelesaian permasalahan pegawai non-ASN. Ada tiga alternatif kebijakan sebagai solusi yang dapat diambil berdasarkan time frame-nya, yaitu jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.
Pertama, solusi jangka panjang dengan memasukkan pasal sanksi bagi instansi pemerintah yang melakukan rekrutmen pegawai non-ASN. Solusi ini membutuhkan waktu lama, koordinasi lintas instansi dengan melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kedua, solusi jangka menengah dengan melakukan penguatan pelaksanaan Anjab dan ABK sebagai dasar pengajuan usulan formasi. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan pelatihan, bimbingan teknis dan pendampingan serta evaluasi terhadap pelaksanaan Anjab dan ABK di instansi pemerintah. Solusi jangka menengah juga dapat dilakukan dengan melakukan rekrutmen pegawai ASN dengan status PPPK, sehingga dapat dipekerjakan sesuai kebutuhan. Apabila sudah tidak dibutuhkan dapat diberhentikan.
Ketiga, solusi jangka pendek dengan penataan pegawai non-ASN yang ada saat ini atau existing. Solusi jangka pendek inilah yang paling krusial, karena harus dapat selesai di bulan November 2023. Tahapan untuk melakukan penataan pegawai non-ASN existing adalah dengan melakukan pemetaan atau seleksi administrasi pegawai non-ASN.
Seleksi administrasi menjadi tahap yang strategis dalam penataan karena pada tahap inilah, harus dapat dipilah dan dipilih pegawai mana yang dapat mengikuti seleksi calon pegawai ASN dan yang tidak. Seleksi administrasi mencakup paling tidak informasi mengenai usia, kualifikasi, jabatan, unit kerja, tugas fungsi, masa kerja, kompetensi, kinerja, disiplin dan lain sebagainya.
Untuk pegawai yang lolos seleksi administrasi akan diikutkan dalam seleksi calon pegawai ASN. Catatan yang penting dalam seleksi ini adalah bahwa seleksi calon pegawai ASN harus sesuai formasi dan unit kerjanya dengan kondisi saat menjadi pegawai non-ASN. Materi yang diujikan juga harus sesuai dengan jabatan saat menjadi pegawai non-ASN, yang mencakup skill, knowledge dan attitude pada tes potensi akademik maupun tes kompetensi bidang jabatannya.
Dengan demikian, jika saat menjadi pegawai non-ASN dapat bekerja dengan baik pada jabatan tersebut, maka dapat dipastikan akan lolos. Bagi pegawai non-ASN yang tidak lolos seleksi administrasi dan tidak lolos seleksi calon pegawai ASN (berdasarkan hasil seleksi administrasi), bagi yang bekerja di bidang keamanan, kebersihan, dan sopir dapat dialihkan menjadi tenaga outsourching.
Bagi pegawai non-ASN yang masih belum lolos juga maka dapat diberikan kesempatan untuk alih ke sektor swasta atau menjadi wiraswasta. Mereka akan dibekali dengan pelatihan dan workshop yang memberikan keterampilan untuk dapat membuka usaha sendiri. Kegiatan ini dilakukan dengan bekerjasama dengan kementerian terkait, balai latihan kerja atau NGO yang banyak bergerak di pemberdayaan masyarakat.