DPR baru saja mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang daerah otonom baru (DOB) Provinsi Papua. Kebijakan tersebut disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 30 Juni 2022.
Disahkannya tiga RUU tersebut pertanda resminya pembentukan tiga provinsi baru di Papua, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Pemekaran daerah bukanlah hal baru di Indonesia. Ini sudah sering terjadi pada masa lalu. Pada prinsipnya pemekaran daerah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun tujuan tersebut bisa saja berbalik arah menjadi bumerang di kemudian hari jika tidak disertai dengan langkah strategis untuk menyiapkan bagaimana agar daerah baru tersebut menjadi daerah mandiri dan tidak ketergantungan.
Pasalnya, berdasarkan studi yang dilakukan Kemendagri dan Bappenas pada 2014 menemukan bahwa 80 persen daerah otonom baru yang dibentuk pascareformasi 1999-2004, gagal lantaran tidak ada masa persiapan dan pembentukannya lebih didominasi kepentingan politis (BBC Indonesia, 28 Juni 2022).
Studi yang dilakukan oleh Aminah, dkk pada tahun 2019 juga menemukan bahwa implementasi pemekaran daerah di Indonesia selama hampir 20 tahun (1999 – 2019) belum dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Sebanyak 94 persen tingkat kesejahteraan daerah pemekaran di Indonesia tergolong “sedang dan rendah”.
Belajar dari Kegagalan
Untuk mempersiapkan daerah otonom baru agar bisa mandiri ke depannya dan tidak ketergantungan dengan pemerintah pusat, kita tentu perlu belajar dari penyebab gagalnya daerah pemekaran yang dulu.
Gagalnya daerah otonom baru membangun kemandirian artinya secara keuangan dan pembangunan mereka tidak berhasil mandiri. Mereka gagal membangun pendapatan asli daerahnya untuk bisa menopang pembangunan dan melaksanakan pemerintahan dengan baik, sehingga terus-terusan bergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Beberapa kajian/studi menemukan bahwa di antara faktor yang menyebabkan gagalnya daerah pemekaran membangun kemandirian adalah karena keterbatasan keuangan daerah. Mereka gagal menciptakan pendapatan daerah yang mampu menopang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerahnya.
Lalu keuangan daerah terbebani belanja operasional kepegawaian dan sarana prasarana, apalagi saat awal masa pembentukan pemerintahan. Faktor lainnya karena tidak mampu membangun pemerintahan yang efektif.
Lalu bagaimana alternatif strategi kebijakan yang bisa diambil untuk mengantisipasi tantang-tantangan tersebut?
Membangun Birokrasi Ramping dan Agile
Beberapa studi menyatakan bahwa salah satu tantangan daerah pemekaran baru adalah keuangan daerah terbebani oleh besarnya anggaran untuk membiayai pembentukan pemerintahan beserta aparaturnya, baik pada proses pengadaan pegawai, pembayaran gaji hingga penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu, penting memastikan pemerintahan yang dibangun bukanlah pemerintahan yang gemuk, tetapi pemerintahan ramping dan lincah (agile).
Postur struktur pemerintahan yang dibangun akan memiliki konsekuensi terhadap SDM aparatur yang akan dibutuhkan, sarana prasarana dan anggaran operasional.
Selanjutnya, perlu dipastikan analisis kebutuhan pegawai dilakukan dengan cermat melalui Analisis Beban Kerja (ABK), sehingga jumlah pegawai yang direkrut benar-benar sesuai kebutuhan di lapangan agar tidak membebani keuangan daerah.
Apalagi daerah baru yang masih memiliki keterbatasan keuangan daerah. Untuk menekan biaya operasional kepegawaian, alternatif lain yang bisa diambil adalah pemenuhan kebutuhan pegawai menggunakan skema pegawai kontrak, yaitu PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), terutama untuk Jabatan Fungsional dan Jabatan Pimpinan Tinggi.
Dengan menggunakan mekanisme PPPK, anggaran yang dikeluarkan menjadi lebih hemat karena tidak perlu mengeluarkan biaya jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Strategi ini cukup logis untuk memulai pembangunan di wilayah baru.
Mengembangkan Model Co-Working Space
Selain ongkos pengadaan dan pembiayaan pegawai, biaya lain yang juga menjadi beban jika tidak disiasati dengan baik adalah pengadaan sarana prasarana pemerintahan, seperti gedung perkantoran.
Untuk menyiasati tantangan ini, DOB bisa mengusung konsep ruang kerja bersama atau co-working space. Co-working space adalah suatu tempat kerja bersama yang dimanfaatkan oleh berbagai macam jenis profesi. Dengan konsep ini, biaya pengadaan gedung perkantoran beserta operasionalnya dapat lebih efisien.
Sekarang bukan lagi zamannya membangun gedung perkantoran yang banyak, tetapi lebih dengan konsep sharing. Investasi yang menjadi penting ke depan, apalagi untuk daerah baru, adalah investasi teknologi dan inovasi.
Merekrut SDM Kompeten
Strategi selanjutnya adalah menyiapkan SDM aparatur yang kompeten untuk mengisi pemerintahan. Tidak bisa dipungkiri, SDM kompeten adalah kunci untuk menghadapi berbagai tantangan yang mungkin saja muncul bagi DOB agar bisa melewatinya dan membawa daerah baru menjadi daerah mandiri.
Jika daerah tersebut memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, maka orang yang tepat akan mampu mengelola SDA tersebut dan menghasilkan pendapatan daerah yang tinggi sehingga dapat menopang kebutuhan pembangunan daerah.
Sebaliknya, SDA berlimpah jika dikelola oleh SDM yang tidak kompeten dan inovatif, justru akan menjadikannya habis sia-sia. Jika daerah baru tersebut ternyata memiliki keterbatasan SDA, maka SDM yang kompeten dan inovatif adalah kunci menemukan peluang-peluang lain untuk menciptakan sumber pendapatan daerah.
Begitu juga dalam mengelola hasil pendapatan daerah nantinya, SDM kompeten juga akan menjadi kunci dalam mengelolanya dengan baik untuk melaksanakan pembangunan daerah menuju daerah yang mandiri dan maju. Menjamin masuknya SDM yang berkualitas ke dalam pemerintahan daerah pemekaran baru dapat dilakukan dengan menerapkan secara ketat manajemen berbasis sistem merit dalam proses pengadaan/rekrutmen. Basis dalam perekrutan adalah kualifikasi, kompetensi dan kinerja.
Jangan sampai pemerintahan baru ini diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten, karena pada akhirnya akan menjadi bumerang. Alih-alih menjadikan daerah baru menjadi mandiri, malah menjadikan daerah gagal.
Masrully
Analis Kebijakan, Puslatbang PKASN Lembaga Administrasi Negara RI