Menu Close

Wacana Digitalisasi Pemilu: Seberapa Siapkah Indonesia?

Meskipun Pemilu, secara resmi akan dilaksanakan pada tahun 2024, namun proses pembahasannya sudah mulai bergulir. Pemerintah, DPR serta Penyelenggara Pemilu, sudah mulai melakukan rapat pembahasan rencana Pemilu 2024.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Pemilu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Namun, tahapan Pemilu mulai dilakukan pada Juni 2022. Sementara itu, Pilkada secara serentak akan dilaksanakan pada November 2024.

Selain soal waktu pemilu, isu yang juga hangat dibahas adalah wacana pelaksanaan pemilu berbasis teknologi digital. Pasalnya usulan tersebut mencuat dalam Rapat Koordinasi Digitalisasi Pemilu Untuk Digitalisasi Indonesia, pada Selasa, 22 Maret 2022 di Bali.

Dalam rapat tersebut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), mendorong digitalisasi Pemilu 2024 dengan penerapan e-voting (electronic voting).

Menurutnya, pengadopsian teknologi digital dalam pemilu ini memiliki manfaat guna mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik yang legitimate baik. Usulan tersebut ditanggapi beragam oleh berbagai pihak, ada yang mendukung namun ada juga yang mengkritisi.

Lalu seperti apa sebenarnya kelebihan dan kekurangan penggunaan e-voting? Dan bagaimana kesiapan Indonesia untuk menerapkannya jika opsi tersebut diadopsi menjadi kebijakan?

E-voting dan I-Voting

E-voting atau electronic voting adalah metode pemungutan suara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan perangkat elektronik. Berbicara soal e-voting, di luar negeri memang sudah digunakan oleh beberapa negara. Negara yang pertama kali menerapkan e-voting adalah Estonia pada tahun 2005 dalam taraf lokal, yang kemudian di tahun 2007, mereka meningkatkannya menjadi taraf nasional.  Selain itu, juga ada India, Filipina, dan negara lainnya dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda.

Di Indonesia, sebenarnya e-voting juga bukan hal baru. E-voting sudah beberapa kali diterapkan, namun masih dalam skala kecil. Yang pertama kali dan dianggap berhasil adalah dalam pemilihan Kepala Dusun di Jembrana, Bali pada tahun 2009. Pada Maret 2017 e-voting juga digunakan pada Pilkades di Desa Babakan Wetan, Bogor. Bahkan berdasarkan informasi yang disampaikan Mendagri, Pilkades serentak yang diselenggarakan pada 2021 kemaren telah menggunakan sistem internet voting atau e-voting. Sebanyak 155 desa telah dicoba menggunakan e-voting saat Pilkades.

Selain e-voting, ada juga konsep i-voting (internet voting). Sementara i-voting adalah proses pemilihan umum yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet, dimana proses pemberian suara bisa dilakukan dimana saja, tanpa harus mengumpulkan pemilik suara di satu tempat. Lalu seperti apa keunggulan dan tantangan i-voting?

Efisiensi dan Peluang Peningkatan Partisipasi

Keuntungan secara umum, jika menggunakan e-voting/i-voting adalah perhitungan suara akan lebih cepat, bisa menghemat biaya pencetakan surat suara, pemungutan suara lebih sederhana, dan peralatan dapat digunakan berulang kali untuk Pemilu dan Pilkada. Bahkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (sekarang bergabung ke BRIN) pada tahun 2014 pernah menyatakan e-voting dalam Pilkada dapat menghemat biaya hingga 50 persen (www.antaranews.com, 22/09/2014). Selain itu, berkaca kepada kasus pada pilpres 2019, pilihan ini juga bisa mengantisipasi banyaknya korban berjatuhan dari pihak panitia pemilu akibat kelelahan. Begitu juga mengantisipasi kendala seperti rusaknya kotak suara pada saat distribusi ke daerah.

I-Voting juga memperbesar peluang partisipasi pemilih. Jika dalam sistem pemilu konservatif maupun di dalam e-voting pemilih harus datang ke lokasi TPS untuk memberikan suaranya, hal ini tentunya akan menyulitkan bagi penyandang disabilitas. Namun dalam konsep i-voting, pemilih tidak harus datang ke TPS, mereka bisa memberikan pilihannya dari mana saja, sehingga akan membuka ruang partisipasi yang luas.

Keamanan Data dan Pengawasan

Setiap alternatif kebijakan, selain memiliki keuntungan, tentunya juga memiliki kelemahan/tantangan. Salah satu hal yang paling disoroti berbagai pihak terkait i-voting adalah soal keamanan data. I-voting ini memiliki celah kemungkinan manipulasi data/hasil suara. Hal ini bisa saja dilakukan oleh orang dalam yang mempunyai akses ke dalam sistem maupun peretas dari luar. Ini lah yang perlu dipersiapkan ke depan bagaimana membangun sistem keamanan data jika menggunakan i-voting dalam pemilihan umum.

Hal lain adalah masalah pengawasan. Jika i-voting diterapkan, perlu dirumuskan sistem pengawasan yang efektif, untuk memastikan proses pemberian suara benar-benar dilakukan oleh secara “langsung” oleh pemilih. Harus dipastikan bahwa tidak ada yang mengarahkan pemilik identitas pada saat pemberian suara, karena pemberian suara dilakukan tidak di TPS sehingga cenderung sulit diawasi.

Kesiapan Indonesia untuk I-Voting

Selain kemananan data penerapan i-voting di Indonesia membutuhkan persiapan yang dari segala aspek, terutama terkait SDM dan infrastruktur. Lalu, bagaimanakah kondisi aspek tersebut di Indonesia?

Kesiapan SDM

Untuk dapat melaksanakan pemilu di tingkat daerah atau bahkan nasional tentunya dibutuhkan kesiapan SDM, terutama masyarakat pemilih. Kemampuan pemilih untuk dapat memahami dan menggunakan alat i-voting merupakan sebuah prasyarat yang harus terpenuhi. Hal ini tentunya berkaitan dengan tingkat melek teknologi ataupun melek internet.

Terkait hal tersebut, pada tahun 2018 data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Polling Indonesia, mencatat bahwa penduduk Indonesia yang sudah melek internet baru sekitar 64,8 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. (radarmalang.jawapos.com, 19/05/2019). Ini yang masih menjadi pe-er kita bersama bagaimana membangun SDM masyarakat Indonesia yang mampu menggunakan teknologi dan internet.

Infrastruktur

Selanjutnya, hal lain yang juga mendasar adalah masalah infrastruktur, ketersediaan jaringan internet. Sementara itu, untuk saat ini belum semua wilayah di Indonesia yang tersentuh oleh jaringan internet.  Data kominfo menyatakan, pada April 2019 masih ada 24.000 desa yang belum tersentuh akses layanan internet (www.kominfo.go.id/16/04/2019). Ini juga dapat menjadi gambaran kesiapan Indonesia untuk menerapkan i-voting. Sampai saat ini, pemerintah melalui Kominfo dan pihak terkait masih terus bekerja untuk meningkatkan persebaran jaringan internet ke seluruh daerah di Indonesia.

Pada akhirnya, e-voting maupun i-voting sebenarnya dapat menjadi salah satu opsi yang ke depan rasional untuk dipertimbangkan untuk diadopsi menjadi kebijakan, tentunya dengan mempersiapkan prasyarat diatas dari sekarang, terutama soal menyiapkan strategi perlindungan data dan keamanan data. Selain, untuk mengantisipasi kendala-kendala seperti wabah Covid-19 maupun bencana lainnya, opsi ini juga menawarkan beberapa kelebihan lainnya, termasuk soal efisiensi. [*]

Masrully

Analis Kebijakan, Puslatbang PKASN Lembaga Administrasi Negara RI

Skip to content