Menu Close

Epistemic Governance: Sinergi Dunia Akademik dan Analisis dengan Praktik di Dunia Nyata

Jakarta – Kebijakan publik yang berkualitas merupakan faktor determinan dari keunggulan suatu negara. Namun, dalam realitanya sering tidak menghasilkan sesuatu yang baik karena proses dan metodologinya ada yang tidak tepat. Inilah yang sedang dicoba untuk terus perbaiki dari cara penyusunan kebijakan publik. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara (LAN), Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH., MA, pada saat membuka Virtual Public Lecture Sesi-Ke-6 hasil kerjasama antara LAN dengan Tanoto Foundation pada Kamis (24/6).

“Seringkali basis akademik sangat lemah dalam merumuskan kebijakan publik. Proses kebijakan publik dalam regulasi masih terlalu statis/linier. Saya sangat berbahagia kita akan mendengarkan pandanggan yang visoner dari mas Fadhillah Putra dan akan memperbaharui cara kita melakukan formulasi kebijakan publik,” ujarnya. 

Sebagai tambahan, Tri Widodo juga memaparkan bahwa kebijakan publik sebagai bagian dari ilmu sosial membuka peluang perbedaan pandangan dan perbedaan mahzab. Oleh karena itu, Dia mengajak seluruh peserta public lecture terutama analis kebijakan untuk senantiasa terbuka terhadap berbagai pandangan dan pemikiran dalam rangka memperkaya khasanah pengetahuan dan memperluas pandangan agar dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang unggul.

“Saya sangat setuju bahwa kita tidak boleh terjebak dalam satu pandangan tetapi harus open mind seperti apa proses dan metode terbaik dari sebuah formulasi kebijakan supaya dapat menghasilkan kebijakan yang betul-betul unggul dan mampu menjadi instrumen untuk mewujudkan negara yang berdaya saing,” imbuhnya.

Senada dengan Tri, Fadhillah Putra, MPAff., Ph.D, Dosen Universitas Brawijaya, Malang sebagai narasumber pada public lecture sesi ke-6 kali ini yang mengangkat tema Analisis Kebijakan Publik: Pengantar dan Teknik Analisis menekankan bahwa sesungguhnya cita-cita utama yang ingin dicapai oleh kita semua adalah epistemic governance. Hal tersebut merupakan suatu kondisi dimana penelitian ilmiah, dunia akademik dan analisis dapat disinergikan dengan praktik-praktik di dunia riil sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan.

“Salah satu tema penting ketika berbicara kualitas kebijakan, upaya dari kita semua untuk terus meningkatkan dari sisi akademisi, birokrasi dan sebagainya. Apa yang yang kita cita-citakan adalah epistemic governance bagaimana kita melakukan blending antara dunia analisis dengan praktek riil. Bagaimana sekat dunia akademik dengan dunia praktek harus semakin tipis,” jelasnya.

Fadhillah menambahkan bahwa analisis kebijakan publik sendiri terdiri dari 3 (tiga) komponen penting yaitu diagnosis, indikasi dan terapi. Menurutnya, ketiga komponen ini dapat dipakai baik dalam melakukan analisis kebijakan publik, evaluasi maupun implementasi. Kegagalan suatu kebijakan dapat diakibatkan karena terkadang terapi dan diagnosis tidak terkoneksi dengan baik.

Lebih lanjut, Fadhilah juga menyebutkan bahwa indikasi dan kesadaran untuk menerapkan epistemic governance di Indonesia sudah terlihat dan diimplementasikan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

“Cita-cita untuk mewujudkan epistemic governance sebenarnya sudah berupaya diimplementasikan melalui RPJPN. Gagasan ini bukan hal yang baru di Indonesia,” ujarnya.

Sebagai penutup, Fadhillah juga menyampaikan harapannya terkait rekomendasi kebijakan yang nantinya akan diberikan oleh para analis kebijakan dapat menawarkan rekomendasi berupa aksi-aksi spesifik yang dapat dilakukan secara langsung.

“Rekomendasi kebijakan itu seringkali rata-rata menjadi sesuatu yang sangat abstrak. Saya mendorong para analis kebijakan untuk dapat menawarkan rekomendasi berupa aksi-aksi yang lebih spesifik yang dipandang penting untuk dilakukan oleh policy maker,” tutupnya.

Policy Analyst Virtual Public Lecture Seri Ke-6 ini merupakan rangkaian dari 19 seri Virtual Publik Lecture yang rencananya akan dilaksanakan hingga akhir Desember 2021. Virtual Public Lecture ini menghadirkan berbagai pakar dan akademisi sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan kompetensi bagi pejabat fungsional analis kebijakan yang tersebar di seluruh Indonesia. (humas)

Skip to content