Jakarta – Pembangunan daerah tertinggal memiliki peranan penting untuk memastikan pemerataan pembangunan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, namun pada kenyataannya masih ada 62 kabupaten yang masuk kategori daerah tertinggal pada periode 2020-2024. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan prinsip “no left behind”. Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen Aparatur Sipil Negara Lembaga Administrasi Negara (LAN). Dr. Agus Sudrajat, MA pada kegiatan Seminar Strategi Pengembangan Kompetensi ASN Dalam Mendukung Pembangunan di Daerah Tertinggal yang diselenggarakan secara hybrid di Aula Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA, Kantor LAN, Jalan Veteran No 10, Senin (25/11).
“Komitmen pemerintah ini sebenarnya sudah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2024 tentang Rencana aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, yang harapannya dapat mensinkronisasikan dan mensinergikan antar instansi pemerintah dalam penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal”, tambahnya.
Dalam upaya sinergi antar instansi pemerintah ini, LAN memiliki peran dalam mengembangkan kompetensi ASN di daerah tertinggal yang diharapkan menjadi agen perubahan dan motor penggerak pembangunan di daerah tertinggal. Pegawai ASN di daerah tertinggal perlu dibekali dengan kompetensi memadai sehingga dapat memastikan bahwa setiap kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal
“LAN menyadari bahwa dalam upaya mengembangkan kapasitas dan kompetensi ASN di daerah tertinggal diperlukan adanya strategi yang berbeda karena memiliki karakteristik yang berbeda, potensi yang berbeda, masalah yang berbeda serta kebutuhan pengembangan kompetensi yang berbeda pula.” ungkap Agus.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Agus Sudrajat menjelaskan, LAN menginisiasi beberapa langkah strategis antara lain, pertama, penyusunan program pelatihan berbasis kebutuhan lokal sehingga ASN memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan potensi daerahnya, kedua, pemanfaatan platform digital dalam pengembangan kompetensi agar daerah tertinggal memiliki akses peningkatan kapasitas, ketiga, kolaborasi lintas sektor baik akademisi, sektor swasta, keempat, monitoring dan evaluasi berkala untuk memastikan pelatihan yang diberikan memberikan dampak pada peningkatan kualitas pelayanan dan pertumbuhan ekonomi lokal.
“Upaya mengakselerasi pembangunan daerah tertinggal merupakan kerja kolaborasi lintas sektor yang diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mewujudkan indonesia maju 2045 mendatang” tutupnya.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Regional III Bappenas, Ika Retna Wulandary, ST., MSc, menyampaikan ASN memiliki peran penting dalam merumuskan intervensi pembangunan yang tepat sasaran dalam 3 aspek penting pembangunan daerah tertinggal yaitu infrastruktur, sumber daya manusia dan aspek ekonomi. Ia juga menyampaikan identifikasi kebutuhan intervensi lintas K/L untuk pengembangan kompetensi di daerah tertinggal yang tentu saja membutuhkan pengembangan kompetensi dengan pendekatan kearifan lokal, hal ini membutuhkan kolaborasi seluruh unsur pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi.
Ia juga menambahkan beberapa hal yang strategis yang dapat dilakukan ASN di daerah tertinggal antara lain, merumuskan perencanaan yang tajam sehingga menjawab akar permasalahan daerah tertinggal, selain itu dari sisi implementasi seorang ASN mampu mengawal implementasi kebijakan di lapangan, dan terakhir mampu mengevaluasi pelaksanaan program dan memberikan masukan pada perencanaan kedepan.
Selain itu juga, Kepala BPSDM PMDDT, Kemendes PDT, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd menyampaikan beberapa indikator sebuah daerah dikategorikan daerah tertinggal dilihat dari sisi indeks pembangunan manusia (IPM) yang masih relatif dalam kategori sedang dan rendah dengan nilai dibawah 70, selain itu juga persentase penduduk miskin (PPM) yang juga masih relatif tinggi diatas 10 persen, selain itu juga indeks daerah tertinggal (IDT) dengan nilai IDT dibawah 60 dan dikategorikan tertinggal dan sangat tertinggal. Terkait data tersebut, Kementerian Desa PDT memiliki mandat dalam membina jabatan fungsional.
“Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang memiliki tugas memberikan layanan publik secara profesional dan berkualitas di bidang penggerakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Peran ini diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan indikator-indikator pembangunan daerah tertinggal”, tambahnya.
Hadir pula dalam kesempatan ini, Kepala BPSDM Kabupaten Sumba Barat Daya, Yordan Parera, S.Sos, dan Kepala Pusat Inovasi Manajemen ASN, Drs. Seno Hartono, Dess dan dimoderatori oleh Widyaiswara LAN, Zahrina Zul Tamimi, S.hum., M.Hum. (humaslan)