Menu Close

Akselerasi Transformasi Digital Patahkan Ego Sektoral

Jakarta – Pemerintah terus mendorong transformasi digital menjadi salah satu program prioritas sebagai upaya untuk peningkatan pelayanan kualitas publik. Namun pada kenyataannya saat ini masih dihadapkan dengan tantangan bahwa transformasi masih diterjemahkan sebatas mengalihkan proses manual ke digital. Hal ini tercermin dari banyaknya aplikasi dibuat oleh instansi pemerintah yang mencapai lebih dari 27 ribu aplikasi. Tantangan ini menggambarkan permasalahan masih kuatnya cara berpikir yg belum terintegrasi antar instansi atau sektor. Hal tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala LAN, Dr. Muhammad Taufiq, DEA saat memberikan sambutan dalam acara Talkshow Birokrasi dalam Pusaran Transformasi Digital, kerjasama LAN dengan Tanoto Foundation, di Auditorium Makarti Bhakti Nagari, Jalan Veteran No 10, Rabu (7/8). Seminar ini dimoderatori oleh Tenaga Ahli Komunikasi, Kantor Staf Presiden, Prita Laura.

Lebih lanjut Muhammad Taufiq menjelaskan, tantangan lain dalam proses transformasi digital dalam birokrasi adalah pengalihan sistem lama ke sistem teknologi yang baru, selain itu yang tak kalah pentingnya adalah budaya kerja lama ke budaya yang baru. “Jangan sampai hanya mekanismenya saja yang berubah, tapi cara kerjanya masih manual, pola berpikirnya masih dengan cara yang lama, maka dari itu SDM memiliki peran yang penting dalam transformasi digital di lingkungan birokrasi”, tambahnya.

Menurutnya, dalam sebuah proses perubahan selalu ada potensi resistensi atau penolakan. Untuk itu keberhasilan transformasi digital sangat membutuhkan dukungan manajemen perubahan yang baik. “Pemimpin di sebuah institusi harus memberikan ruang agar organisasi bisa bergerak untuk melakukan transformasi. Birokrasi yang terlalu rumit dan berbelit-belit perlu ditinjau kembali, agar birokrasi ini bisa agile, adaptif dengan tuntungan perubahan”, tegasnya.

Taufiq menjelaskan, untuk menghadapi tantangan tersebut kita membutuhkan model kepemimpinan yang memainkan peran sentral dalam mengakselerasi transformasi digital. Tak hanya itu, talenta-talenta digital yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital perlu dipersiapkan dengan seksama. Dari segi kebijakan, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. “Kepemimpinan menjadi kunci untuk keberhasilan pelaksanaan kebijakan Pemerintah tersebut. Diperlukan pemimpin yang memiliki wawasan digital, yang mampu menjadi sentral dalam membangun kolaborasi,  peralihan teknologi, serta kesiapan SDM ASN”, ungkapnya.

Keberhasilan transformasi digital ini diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah birokrasi seperti merubah mindset yang semula ego sektoral menjadi customer centric, merubah perspektif birokrasi yang dinilai masih dominan pada kewenangan masing-masing, meningkatkan skill digital SDM aparatur untuk memiliki kemampuan dan keahlian digital (digital intelligence) untuk melayani masyarakat, dan terakhir model kepemimpinan yang mampu “memanage” transformasi digital ini.

Hal senada diungkapkan Ketua Majelis Wali amanat Universitas Padjadjaran, Dr. Ir. arief Yahya, M.Sc, saat ini kita  memasuki pusaran digital (digital vortex), yang menyebabkan berbagai sektor terdistorsi oleh teknologi, beberapa sektor yang terdisrupsi teknologi layanan digital, pendidikan, telekomunikasi, media entertainment, pariwisata. Untuk mendukung keberhasilan transformasi digital ada 3 nilai yang perlu ditingkatkan yaitu cost value dimana pelayanan semakin murah dan gratis, experience value memberikan pengalaman digital yang mudah untuk diakses publik dan terakhir platform value yang mengintegrasikan seluruh layanan dalam satu platform. “Oleh karenanya, sebelum melakukan transformasi digital, kita perlu mentransformasi mindset para pelayan publik untuk beralih menjadi becoming digital” tegas Arief Yahya.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi dan Informasi Nasional, Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, Dipl.Ing., MBA menyampaikan, dewasa ini tren layanan teknologi digital adalah melalui pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam setiap aplikasi pemerintah, penggunaan teknologi geospasial (geospatial technologies), virtual reality, augmented reality yang memungkinkan lembaga publik merancang layanan virtual yang dapat menghubungkan ke sumber digital dan terakhir kolaborasi dan integrasi seluruh layanan pemerintah tanpa adanya ego sektoral dan silo mentality.

Dalam kesempatan yang sama Digital Development Lead Kedutaan Besar Inggris, Ms. Charis Mc. Carter menyampaikan, tantangan adanya digital transformasi di sektor publik di Inggris awalnya memang sulit hal ini dikarenakan adanya penolakan terhadap perubahan, permasalahan data pribadi, dan kebijakan yang belum mendukung adanya transformasi digital. Namun beberapa langkah dilakukan pemerintah inggris untuk melakukan transformasi digital adalah dengan melakukan perbaikan infrastruktur digital, pelatihan digital terhadap para pemangku kebijakan, serta melakukan perubahan mindset para agen birokrat untuk melakukan inovasi dan kolaborasi dalam mendukung keberhasilan transformasi digital.

Sementara itu dari sektor swasta, Komite Tetap Program Prakarsa Baru Komunikasi dan Informatika, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), M. Fajrin Rasyid menyampaikan pentingnya kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah untuk mendukung transformasi digital. Kolaborasi tersebut dapat dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta, melakukan training digital terhadap SDM aparatur, dan melakukan berbagai pengembangan aplikasi digital yang berorientasi pada kepuasan pelayanan publik.

Skip to content