Menu Close

Respon Tantangan Pembelajaran Untuk Kalangan ASN Milenial, LAN Selenggarakan COP Angkat Tema Learning Agility

Jakarta – Lembaga Administrasi Negara (LAN) terus berupaya untuk mengakselerasi pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) milenial melalui berbagai langkah strategis. Perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini menjadi salah satu faktor krusial dalam upaya pengembangan kapasitas dan kompetensi birokrat terutama kalangan milenial, oleh karena nya dibutuhkan strategi khusus untuk menjawab tantangan tersebut. Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan kompetensi LAN, Dr. Muhammad Taufiq, DEA saat memberikan sambutan pada Community of Practices (COP) Edisi 17 yang diselenggarakan secara daring, Selasa (14/11).

“Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 20 persen dari total jumlah ASN 4,3 juta merupakan ASN millennial, dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat hingga 50 persen di tahun 2025 mendatang, menyikapi tantangan tersebut, LAN tengah mempersiapkan sistem pengembangan kompetensi yang lebih fleksibel dan mampu memenuhi kebutuhan peserta pelatihan”, ujarnya

Taufiq menambahkan, saat ini merupakan era-nya “Learning Agility” dan “Learning on Demand”, dimana pola pembelajaran lebih lincah dan fleksibel serta mampu memenuhi kebutuhan aparatur sesuai dengan bidang tugasnya, hal lainnya adalah terbitnya revisi UU ASN Nomor 20/2023 dimana pengembangan kompetensi merupakan kewajiban bagi seluruh ASN.

“Menyikapi tantangan tersebut, implikasinya bagi Widyaiswara adalah kemampuan untuk belajar lebih cepat dibanding dengan para ASN yang di ajar, mampu memberikan terobosan pembelajaran yang terintegrasi dengan pemanfaatan teknologi informasi serta menyajikan materi berbasis digital” tambahnya

Senada dengan hal tersebut, steering committee Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK), Dr. Ir. Yunus Triyonggo, Mm., CAHRI  menyampaikan learning agility merupakan kombinasi antara pembelajaran dan pengalaman serta kemampuan seseorang untuk memiliki kemampuan pemahaman yang lebih gesit untuk menerima hal-hal baru. Biasanya pembelajaran ini cocok untuk kalangan generasi milenial yang lebih menyukai tantangan dan keluar dari rutinitas yang monoton.

Ia menjelaskan perbedaan antara agile learning dengan conventional learning, dimana agile learning lebih ditekankan kepada pembelajaran berbasis pengalaman yang beragam sedangkan konvensional hanya pada satu permasalahan tertentu, perbedaan lainnya, agile learning dituntut untuk berupaya mendapatkan perspektif baru dan pemikiran konseptual di masa yang akan datang sementara conventional learning hanya berfokus pada keahlian teknis dan pengolahan data.

Yunus juga menyampaikan, menyikapi tantangan itu, maka widyaiswara sebagai guru bangsa memiliki peran strategis untuk membuat metode pembelajaran, sistem serta budaya yang lebih agile, hal ini sangat menentukan keberhasilan dalam peningkatan kompetensi serta pembentukan karakter aparatur negara menuju world class bureaucracy.

Skip to content