Menu Close

Stop Diskriminasi PTKL: Seharusnya Membina dan Bukan Membinasakan

Pada penghujung tahun 2022, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga (PTKL). Kebijakan yang ditunggu 10 tahun lamanya, sejak UU Nomor 12 Tahun 2012 dikeluarkan. Meskipun secara legal formal menjadi kekuatan hukum bagi perguruan tinggi (PT) di kementerian lain dan lembaga, namun, di sisi lain, kebijakan ini membawa kekhawatiran bagi PTKL yang berjumlah 145 PT di 24 kementerian/lembaga.

Hal itu disebabkan spirit yang ada dalam kebijakan ini lebih menekankan tindakan evaluasi kelembagaan dengan beberapa prasyarat yang cukup berat, dan ragam sanksi administratif dari yang ringan berupa peringatan tertulis sampai yang terberat yakni penghentian pembinaan dan/atau pencabutan izin program studi dan kelembagaannya.

Jangan Diskriminasi

Ada empat prasyarat penting yang akan dievaluasi Kemendikbud terhadap PTKL. Pertama, PTKL harus menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan tugas fungsinya dan kebutuhan pasar kerja sektor masing-masing Kementerian Lain dan Lembaga (pasal 2).

Kedua, program studi pada PTKL harus berdasarkan program prioritas nasional masing-masing Kementerian Lain dan Lembaga (pasal 5). Ketiga, program studi harus bersifat teknis dan spesifik (bersifat khusus untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan jabatan pada instansi pemerintah atau pekerjaan pada industri tertentu dengan kurikulum yang terbatas atau tidak tersedia pada program studi di PT lain).

Keempat, tidak tumpang tindih dengan program studi pada PT di bawah pembinaan Kemendikbud dalam wilayah yang sama.

Prasyarat inilah yang dinilai sebagai sesuatu yang memberatkan dan kurang fair bahkan terkesan sebagai cara halus untuk mencabut izin sejumlah program studi dan PT di bawah Kementerian Lain dan Lembaga. Tentunya, hal itu diharapkan bukan menjadi tujuan akhir.

Asanya adalah bahwa keberadaan kebijakan ini lebih menegaskan eksistensi PTKL ke depan supaya terus ditingkatkan kesetaraan akses, kualitas, efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikannya. Mengingat bahwa keberadaan PTKL bukan baru saja ada dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi sudah berpuluh-puluh tahun lamanya, PTKL ikut mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.

Diskriminasi terhadap PT dalam penyelenggaraan pendidikan, sesungguhnya tidak diperbolehkan oleh konstitusi negara kita. Founding fathers kita secara cerdas, arif, dan bijaksana, telah menempatkan tujuan kita berbangsa dan bernegara, satu di antaranya mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, setiap pihak yang mampu menyelenggarakan pendidikan diperbolehkan untuk terlibat langsung dan aktif serta bertanggung jawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

PTKL selama ini mengalami adanya diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikannya. Misalnya terkait dengan pembinaan kurang diperhatikan oleh Kemendikbud. Dalam menikmati 20 persen anggaran pendidikan untuk kualitas Tridharma PT pun, tidak ada aksesibilitasnya, sehingga upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikannya kurang optimal berdasarkan anggaran internal yang telah dibagi-bagi dengan satuan kerja lainnya dalam institusinya.

Belum lagi secara kelembagaan, sejak tahun 2016, diusik dengan mengharuskan menjadi Politeknik dan jenis pendidikannya vokasi. Belum banyak hal secara organisasional dipersiapkan dengan baik dan matang terkait perubahan tersebut.

Namun sekarang, semua PTKL dihadapkan lagi dengan tindakan evaluasi yang tentunya menjadi sebuah pertaruhan eksistensinya. Kondisi yang seringkali membuat penyelenggara PTKL menggambarkan kenyataan itu dengan ungkapan sinis bahwa PTKL adalah pelengkap penderita, bukan mitra Kemendikbud dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Membina Bukan Membinasakan

Evaluasi terhadap PTKL dilakukan paling lambat 2 tahun atau paling telat 20 Desember 2024 sejak PP Nomor 57 ditetapkan. Apabila hasil evaluasi sesuai prasyarat yang ditentukan, maka PTKL akan diperbolehkan untuk terus menyelenggarakan pendidikan. Jika tidak sesuai, maka peta jalan penyesuaian dapat dilakukan dengan PTKL melakukan penyelesaian pembelajaran dalam program studi tertentu, sampai semua mahasiswa lulus dan tidak melakukan penerimaan mahasiswa baru pada program studi tersebut.

PTKL membuka program studi baru dan/atau Menteri lain atau pimpinan LPNK menyerahkan penyelenggaraan PTKL kepada Mendikbud dan dapat terlibat dalam pembinaan PTKL yang diserahkan. Dalam hal PTKL telah mampu menyelesaikan lulusan, maka Mendikbud mencabut izin program studi dan Menteri lain dan Pimpinan LPNK akan mencabut izin PTKL apabila seluruh program studi dicabut izinnya oleh Mendikbud.

Peta jalan ini terkesan membinasakan PTKL, khususnya PTKL non-kedinasan yang ada, bukan dalam konteks melakukan pembinaan terhadap PTKL guna meningkatkan kesetaraan akses, kualitas, efektivitas, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikannya. Sebetulnya, tindakan evaluasi ini didasarkan pada akar persoalan apa?

Menurut perspektif penyelenggara PTKL dirasakan masih sangat kabur. Evaluasi selama ini belum pernah dilakukan, kecuali dalam proses audit mutu eksternal pada saat akreditasi. Sedangkan evaluasi secara khusus dalam konteks pembinaan belum dilakukan kepada hampir seluruh PTKL secara periodik. Sehingga, sebab mendasar perlunya dievaluasi PTKL oleh kebijakan ini masih belum terlihat jelas.

(Hendrikus Triwibawanto Gedeona – Dosen Lektor Kepala Politeknik STIA LAN Bandung)

Skip to content