Menu Close

Penguatan Program Padat Karya melalui Sinergitas Antar Aktor

Riyadi Sri Purnomo, Analis Kebijakan Ahli Muda Lembaga Administrasi Negara (LAN)

MELIHAT angka pengangguran terbuka di Indonesia yang meningkat saat pandemi Covid-19, menginsyaratkan bahwa pengangguran merupakan permasalahan serius dan perlu penanganan luar biasa. Dalam rencana RKP 2022, target angka pengangguran ditetapkan berkisar antara 5,5-6,2 %.

Untuk merealisisasikan target tersebut, pemerintah telah berupaya melakukan berbagai langkah strategis. Salah satunya melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Program padat karya tunai merupakan bagian dari langkah cepat PEN mengatasi pengangguran akibat Covid-19.

Sayang kurang optimalnya sinergi antarpemangku kepentingan kerap ditemui dalam pelaksanaan program ini. Misalnya adanya perbedaan target dan capaian keberhasilan program padat karya tersebut. Permasalahan lain masih parsialnya koordinasi dan kolaborasi memberikan kesan fragmentasi pelaksanaan program masih terjadi.

Masing-masing pihak masih berjalan sendiri-sendiri dalam melakukan program padat karya. Imbasnya program yang dihasilkan tidak terlihat signifikan dalam perluasan kesempatan kerja.

Begitu pula pelaksanaan program saling tumpang tindih antarasatu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Termasuk masalah setelah program berakhir bagaimana keberlanjutan dalam pengelolaan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun belum jelas akan dikelola oleh siapa, baik dari segi anggarannya maupun SDM-nya.

Hubungan koordinasi antara pusat dan daerah juga masih ditemui kekurangsingkronan kebijakan. Dari sisi substansi pelaksanaan program padat karya masih sangat sementara. Akibatnya capaian penurunan angka pengangguran masih sangat labil. Para tenaga kerja rawan kembali menganggur apabila proyek-proyek dalam program padat karya berakhir.

Guna memperkuat pelaksanaan program padat karya, ke depannya diperlukan langkah perbaikan. Misalnya Whole of Government (WOG). Pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup yang lebih luas guna mencapai tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program, dan pelayanan publik.

Penerapan WoG ini juga memiliki beberapa karakteristik inti yaitu kolaborasi, kebersamaan, kesatuan, tujuan bersama, dan tujuan keseluruhan. Masing-masing kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah menetapkan target dan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program padat karya.

Kemudian perlu penyelarasan target dan tujuan oleh kementerian koordinator bidang perekonomian bersama Bappenas, disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan.

Langkah selanjutnya yaitu melakukan kebijakan yang terintegrasi. Tujuannya mengoptimalkan pelaksanaan program padat karya dengan sinergitas masing-masing pemangku kepentingan dalam perluasan kesempatan kerja dan mengatasi permasalahan pengangguran.

Dengan demikian, akan ada interpretasi kebijakan di antara multi-aktor dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Selain itu, keberadaan saluran kebijakan juga dapat membangun public trust terhadap penanganan pengangguran. Kanal kebijakan ini dapat diinisiasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Bappenas.

Saluran kebijakan ini juga untuk mengindetifikasi dan menganalisis aturan dan kebijakan yang menghambat pelaksanaan program yang terkait langsung dengan perluasan kesempatan kerja. Kemudian dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan melakukan revisi atau pencabutan kebijakan tersebut.

Sistem Koordinasi Rutin dan Sinergi Antaraktor

Penanganan perluasan kesempatan kerja dan masalah pengangguran merupakan pekerjaan yang melintasi sekat-sekat kementerian, sektor, dan level pemerintahan. Untuk itu, pemerintah perlu menempatkan permasalahan ini sebagai common agenda oleh setiap pemangku kepentingan yang bertanggung jawab.

Pengembangan sistem koordinasi dan sinergi ini bisa dikendalikan kementerian koordinator yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sebagaimana amanat UU Cipta Kerja. Dengan adanya sistem tersebut, fragmentasi kebijakan dapat diminimalisir sehingga implementasi kebijakan program padat karya berada dalam visi yang sama.

Selama ini program padat karya banyak diartikan merupakan kebijakan sesaat dan mudah diimplementasikan dalam menjaga daya beli masyarakat. Juga menciptakan perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat yang terdampak akibat pandemi Covid 19. Hal itu dapat dibenarkan.

Namun apabila program padat karya hanya diposisikan sebagai kebijakan sementara saja, tentu manfaat keberlanjutan yang akan diperoleh masyarakat tidak signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan. Maka saat ini diperlukan perubahan paradigma yang mampu memposisikan program padat karya menjadi kebijakan unggulan pemerintah dalam mengatasi permasalahan pengangguran. Baik saat jangka pendek maupun panjang. Idealnya program padat karya dilanjutkan dengan program lainnya. Misalnya program peningkatan keahlian, ketrampilan, pendidikan, dan sertifikasi keahlian tenaga kerja. Dengan adanya program penyerta ini akan memudahkan tenaga kerja mendapatkan pekerjaan baru manakala program kegiatan padat karya telah selesai.

Tiap pemangku kepentingan kunci memiliki peran masing-masing. Kementerian Ketenagakerjaan misalnya, membangun pusat informasi pasar kerja padat karya. Tujuannya memberikan informasi kepada masing-masing stakeholder baik dari sisi permintaan maupun penawaran; Memberikan pelatihan tenaga kerja padat karya serta menginventarisir kebutuhan sertifikasi tenaga kerja yang ingin masuk pada dunia industri.

Kementerian PPN/Bappenas melakukan perencanaan kegiatan padat karya pola baru dan menetapkan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing aktor. Kemudian menyelaraskan target serta tujuan yang ditetapkan masing-masing instansi pemerintah pusat dan daerah.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berperan dalam mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan padat karya baik pusat maupun daerah. Bersama Bappenas melakukan penyelarasan target, tujuan, dan outcome yang dihasilkan masing-masing pemangku kepentingan.

Kementerian Dalam Negeri dapat bersinergi dengan memetakan tenaga kerja yang membutuhkan program padat karya. Kemudian bersama pemerintah daerah menetapkan program kegiatan dan pengembangan keahlian pekerja yang dapat dilakukan pemda. Selanjutnya mengidentifikasikan peraturan daerah yang bertentangan dengan semangat perbaikan dalam perluasan kesempatan kerja dan pengangguran, untuk dapat direvisi dan diperbaiki masing-masing daerah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membuat model pendidikan, pelatihan, serta pengembangan kompetensi masing-masing program padat karya yang ada. Kemendikbudristek berkoordinasi dengan kementerian teknis yang membidanginya serta mengkolaborasikan unsur-unsur akademisi dalam pendampingan tenaga kerja dalam program padat karya, dengan menyandingkannya dengan program merdeka belajar, dan program lainnya yang sejenis.

Skip to content